Liputan6.com, Jakarta - "Pak Ustaz, bantu kami Pak Ustaz. Tolong para korlap bantu kami. Tolong jangan lakukan ini."
Malam itu, 21-22 Mei 2019, situasi depan Kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin mencekam. Demonstran mendadak beringas. Mereka melempar aparat dengan batu, tombak, petasan, juga molotov. Beragam umpatan dilontarkan kepada polisi yang berlindung di balik tameng pelindung huru-hara.
Beberapa meter dari barikade polisi penghalau massa, asap pekat membumbung dari ban-ban yang dibakar perusuh. Namun, Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Harry Kurniawan yang mengenakan helm taktis dan pengeras suara terus mencoba meredam massa untuk tidak terprovokasi penyusup.
Advertisement
Dia berdiri di atas mobil komando. Tatapan matanya ke arah para pengujuk rasa dengan nada memohon terus berteriak untuk mendinginkan suasana.
Aksinya dalam meredam massa mendadak menjadi buah bibir. Tidak sedikit dari warga dan netizen yang mengapresiasi sikap Harry yang meminta anggotanya tidak terpancing perusuh, apalagi membalasnya dengan peluru.
Kepada Ady Anugrahadi dan Muhammad Radityo Priyasmoro dari Liputan6.com, mantan Kapolres Tangerang itu menceritakan momen-momen pihaknya menjaga keamanan Jakarta dari para perusuh. Juga, mengenal lebih dekat dengan sosok jebolan Akpol 1995 ini. Berikut petikan wawancaranya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Petikan Wawancara
Bagaimana proses persiapan polisi dalam menghadapi rencana demonstrasi di Bawaslu?
Proses 21-22 mei itu sebenernya hal biasa rutin kita lakukan bagaimana protap (prosedur tetap) mengantisipasi aksi unjuk rasa dan semua sudah kita siapkan itu terkait sengketa pilpres dan obvit itu kita sudah lakukan dan kita sudah antisipasi jauh-jauh hari dan hasilnya kaya kemarin sudah kita siapkan.
Aksi cooling down anda mendadak viral, sebenarnya apa yg terpikir di benak anda saat itu?
Yang terpikir dalam benak saya, bahwa aksi unjuk rasa tanggal 21 dan 22 Mei kami sudah dapat data intelijen dan laporan bahwa akan ditunggangi peserta aksi yang membuat kerusuhan. Salah satu pemicunya keributan Polri dengan peserta aksi. Orang yang unjukrasa itu sebenarnya tertib sekali. Kami berkomunikasi dengan korlapnya aktif dan mereka pun membantu kami.
Dalam komunitas besar ribuan itu, tidak sedikit penyusup yang memang intinya membuat keributan dan itu sudah diingatkan. Dan pada saat 21 Mei dan 22 Mei hal itu (penyusupan) itu terjadi.
Artinya dari data itu kuat terbaca ada potensi kericuhan antara polisi dan perusuh?
Ya ada, karena saya ikut kegiatan itu jadi antara peserta aksi damai dengan provokator itu jadi satu. Dan pada saat kita turunkan tensinya akhirnya terpisah antara kelompok rusuh dan aksi unjuk rasa.
Mereka sudah dipersiapkan batu sudah dipersiapkan kelereng, sudah disiapkan bambu yang dirucingkan, sudah disiapkan bom molotov, dan banyak temuan-temuan kami di lapangan yang memang kelompok tertentu itu sudah mempersiapkan untuk membuat kerusuhan.
Terlepas dari kerusuhan 21-22 Mei, soal slogan Promoter (profesional, modern, dan terpercaya), bagaiamana anda mengimplementasikan slogan tersebut?
Kami menerjemahkannya di lapangan, bahwa salah satu konsep yang harus kami kembangkan di lapangan bagaimana masyarakat yang ada di kota Jakarta, khususnya Jakarta Pusat, semakin meningkat kepercayaan trustnya kepada Polri.
Nah salah satu langkah saya di sini saya punya program itu yang namanya 'Jadilah Polisi yang Bisa Menembak Hati Masyarakat', dalam artian bahwa kalau masyarakat itu sudah 'tertembak' sama polisi. Dia akan semakin sayang dan cinta kepada polisi.
Saat menjabat Kapolres Tangerang anda menginisasi program bedah rumah marbot, bisa diceritakan?
Dulu awalnya di masjid Polres kami ada marbot. Dia tiap hari membersihkan masjid itu. Satu saat kami pikir kok dia jarang pulang ke rumah? Kita lalu mengecek rumahnya, ternyata rumahnya si marbot ini jauh tidak layak sekali, mungkin lebih bagus, dalam tanda kutip, kandang kambing daripad rumah dia.
Tergerus hati saya, sedangkan dia dengan tulus ikhlas membersihkan rumah Allah, sedangkan rumahnya dia tidak ada yang pikirkan. Akhirnya, saya bilang ke anggota siapa yang mau tergerak hati kalian kita berinfaq apa adanya untuk membangun rumah dia.
Program tersebut masih berjalan hingga saat ini?
Sekitar 2,5 tahun dan sudah 25 rumah marbot sudah saya bangun. Awalnya dari swadaya anggota. Setelah kami dipercaya masyarakat tentang apa yang dikerjakan polisi, maka cintanya mereka terhadap polisi itu berbondong-bondong datag semuanya. Jadi bedah rumah marbot itu salah satu mendekatkan diri ke masyarakat.
Meski demikian, masih banyak yang membenci polisi. Pendapat anda?
Saya ingin memberikan sesuatu kepada masyarakat, khususnya yang membenci polisi, bahwa polisi itu juga manusia, polisi itu punya keluarga, polisi ini adalah bagian dari masyarakat juga.
Maka, selalu saya sampaikan kepada mereka semuanya, kalau mereka memperlakukan polisi seperti menghujat, mencaci-memaki, ya kita ini bagian mereka juga. Jadi, jeleknya polisi jeleknya mereka, tetapi bila diperlakukan sebaliknya maka bagusnya polisi bagus mereka juga.
Advertisement