Sukses

Suap Izin Tinggal WNA, KPK Periksa 20 Pejabat Imigrasi Klas I Mataram

Pada Rabu 29 Mei 2019 tim penyidik menggeledah kantor Imigrasi Klas I Mataram, kantor PT Wisata Bahagia, dan rumah para tersangka.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 20 pegawai dan pejabat Imigrasi Klas I Mataram selama dua hari. Pemeriksaan dilakukan usai tim penyidik menggeledah sejumlah lokasi pada Rabu, 29 Mei 2019.

"Setelah penggeledahan dilakukan, tim melanjutkan melakukan pemeriksaan saksi dalam dua hari ini di Polda NTB. Total saksi yang diperiksa 20 orang dari pegawai dan pejabat Imigrasi setempat," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (31/5/2019).

Febri mengatakan, terhadap 20 saksi yang diperiksa di Polda NTB, tim penyidik mendalami dokumen terkait izin tinggal warga negara asing (WNA) di lingkungan Imigrasi Klas I Mataram.

"Penyidik mendalami kronologis lebih rinci dan melakukan verifikasi terhadap sejumlah informasi dan dokumen terkait dengan proses hukum dugaan pelanggaran izin tinggal dua WNA yang ditangani PPNS di Kantor Imigrasi Mataram," kata Febri.

Sebelumnya, pada Rabu 29 Mei 2019 tim penyidik menggeledah kantor Imigrasi Klas I Mataram, kantor PT Wisata Bahagia, dan rumah para tersangka.

Dalam kasus ini KPK menetapkan Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Klas I Mataram Kurniadie (KUR) dan Kepala Seksi Intelejen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas I Mataram Yusriansyah Fazrin (YRI) sebagai tersangka kasus dugaan suap izin tinggal di lingkungan kantor Imigrasi NTB tahun 2019.

Selain dua pejabat Imigrasi Klas I Mataram, KPK juga menetapkan Direktur PT Wisata Bahagia (WB) yang juga pengelola Wyndham Sundacer Lombok Liliana Hidayat (LIL). Liliana diduga menyuap kedua pejabat Imigrasi Mataram dalam kasus ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kronologi

Awalnya, Penyidik PNS (PPNS) di Kantor Imigrasi Klas I Mataram mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal. Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa, tapi ternyata diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok.

Mengetahui dua WNA tersebut diamankan, Liliana melakukan negosiasi agar proses hukum dua WNA tersebut tak berlanjut. Sebelumnya, kantor Imigrasi Klas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019.

Kemudian Yusriansyah menghubungi Liliana untuk mengambil SPDP tersebut. Permintaan pengambilan SPDP ini diduga sebagai kode untuk menaikan harga untuk menghentikan kasus.

Liliana kemudian menawarkan uang sebesar Rp 300 juta untuk menghentikan kasus tarsebut, namun Yusriansyah menolak karena jumlahnya sedikit. Dalam proses komunikasi terkait biaya mengurus perkara tersebut Yusriansyah berkoordinasi dengan atasannya Kurniadie.

Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara Yusriansyah dan Liliana untuk kembali membahas negosiasi harga. Akhirnya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara 2 WNA tersebut adalah Rp 1,2 miliar.