Sukses

Kivlan Zen dan Upaya Pembunuhan 4 Tokoh Nasional

Polisi telah mengamankan Habil Marati atau HM sebagai tersangka yang diduga memberikan dana ke Kivlan Zen.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi menguak peran Kivlan Zen dalam kasus kepemilikan senjata api dan rencana pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.

Hal ini terungkap dalam video kesaksian sejumlah tersangka kasus kepemilikan senjata api dan pembunuhan berencana yang diputar polisi dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

Mereka yang menjadi sasaran pembunuhan adalah Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan mantan Kepala BNN Gories Mere, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya.

Salah satunya adalah tersangka Irfansyah alias IR. Ia mengaku diperintahkan Kivlan Zen untuk membunuh Yunarto Wijaya saat bertemu dengan Kivlan Zen pada April 2019. Irfansyah bertemu Kivlan Zen di Masjid Pondok Indah ditemani rekannya, Armin dan Yusuf.

"Kivlan salat asar sebentar, setelahnya memanggil saya lalu saya masuk ke dalam mobil Kivlan, lalu (Kivlan) mengeluarkan HP dan menunjukkan alamat serta foto Yunarto quick count dan Pak Kivlan bilang 'cari alamat ini, nanti kamu foto dan video'. Siap saya bilang," kata Irfansyah dalam video yang diputar polisi dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam.

Irfansyah mengaku menerima uang Rp 5 juta dari Kivlan Zen sebagai biaya operasional seperti untuk makan, bensin, dan lainnya. Ia juga mendapat alamat kantor Charta Politika di Jalan Cisanggiri 3 nomor 11.

"Keesokan harinya kami langsung survei yang diperintahkan di Jalan Cisanggiri 3 nomor 11. Lalu saya dan Yusuf menuju lokasi sekira jam 12 siang. Sampai di sana dengan HP Yusuf kami foto dan video alamat tersebut, alamat Yunarto. Setelah itu foto dan video dari HP Yusuf dikirim ke saya lalu saya kirim ke Armin. Lalu dijawab mantap," ungkap dia.

Keesokan harinya, Irfansyah dan Yusuf kembali ke alamat tersebut. Mereka kembali mengambil foto dan video lalu dikirim ke Armin.

"Tapi Armin tidak pernah menjawab lagi. Lalu sudah pulang. Kami memutuskan mungkin sudah selesai. Lalu uang operasional kami bagi-bagi. Sekitar pukul 20.00 WIB 19 Mei 2019 saya ditangkap pihak kepolisian berpakaian preman sampailah saya sekarang," kata Irfansyah.

Selain itu, menurut tersangka IR, Kivlan juga meminta ada yang bisa mengeksekusi Yunarto. Dia dijanjikan anak dan istrinya akan dijamin, serta liburan ke mana pun dia minta.

"Kalau ada yang bisa eksekusi, saya jamin anak istri, liburan ke mana pun," jelas IR soal janji Kivlan.

IR pun sempat mendokumentasikan kediaman Yunarto sebanyak 2 kali. Bahkan membagi sisa hasil uang operasionalnya ke rekannya bernama Yusuf.

Namun, belum sempat membunuh Yunarto, IR keburu ditangkap 19 Mei pukul 20.00 WIB.

Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary menegaskan, para tersangka tersebut telah bermufakat jahat melakukan pembunuhan berencana.

"Mereka bermufakat jahat melakukan pembunuhan berencana empat tokoh nasional dan direktur lembaga survei," tegas Ade Ary.

Sementara dalam akun twitternya, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengaku tidak memiliki dendam terhadap para tersangka.

"Sama seperti yg pernah saya tulis, sudah tak ada dendam lagi dari saya & keluarga baik buat yg jadi perencana ataupun eksekutor... Dari situasi2 seperti ini saya belajar ttg apa itu kasih, termasuk ketika bisa maafkan yg memusuhi kita.. Ayo terus mencintai Indonesia...," tulis Yunarto.

Polisi juga mengungkap peran Kivlan Zen yang mencari meminta membeli senjata hingga mencari eksekutor dan membuat daftar target.

Tersangka Iwan juga mengatakan, ditangkap polisi pada 20 Mei terkait ujaran kebencian, kepemilikan senjata api dan ada kaitannya dengan Kivlan Zen.

"Di mana pada Maret, saya dan saudara Udin dipanggil Kivlan Zen untuk ketemuan di Kelapa Gading di mana pada pertemuan tersebut saya diberi uang Rp 150 juta untuk pembelian alat senjata, yaitu laras pendek dua pucuk. Rp 150 juta dalam bentuk dolar Singapura," kata dia dalam tayangan video yang diputar di Kemenkopolhukuma, Selasa (11/6/2019).

"Karena saya belum dapat senjata dimaksud, saya dikejar-kejar oleh Bapak Kivlan Zen, dan saat ditangkap saya membawa satu pucuk jenis revolver magnum dengan amunisi satu butir yang saya bawa memang untuk lokasi demo."

2 dari 3 halaman

Donatur

Wadir Krimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi, mengatakan pihaknya telah mengamankan Habil Marati atau HM sebagai tersangka yang diduga memberikan dana ke Kivlan Zen.

Dana tersebut akan digunakan untuk membeli senjata dan membunuh empat tokoh nasional serta seorang Direktur Eksekutif lembaga survei nasional Charta Politika, Yunarto Wijaya.

Total yang diberikan dana ke Kivlan yakni sebesar 15 ribu Dolar Singapura atau sekitar Rp 150 juta.

"Tersangka HM ini berperan memberikan uang. Jadi uang yang diterima tersangka KZ (Kivlan Zen) berasal dari HM. Maksud tujuan untuk pembelian senjata api," kata Ade di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

Selain itu, HM juga memberikan uang sebesar Rp 60 juta untuk tersangka Harry Kurniawan alias Iwan untuk operasional dan memberi senjata api.

"Juga memberikan uang Rp 60 juta langsung kepada HK untuk biaya operasional dan juga pembelian senjata api," jelas Ade.

Adapun pihak Kepolisian mengamankan sebuah telepon genggam yang diduga sebagai alat komunikasi dengan Kivlan dan para tersangka permufakatan jahat untuk melakukan pembunuhan.

"Dan print out bank dari tersangka HM," pungkasnya.

Berdasarkan penelusuran, HM merupakan kader salah satu parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf. Yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sekjen PPP Arsul Sani membenarkan yang bersangkutan masih menjadi kader.

"Masih (menjadi kader)," kata Arsul kepada Liputan6.com, Selasa (11/6/2019).

Bahkan, kata dia, Habil pada Pemilu 2019 ini maju sebagai calon legislatif. Namun, yang bersangkutan gagal. "Dia kemarin caleg PPP, tapi tidak jadi," dia memungkasi.

Sementara itu, salah satu tersangka dugaan pemufakatan kejahatan untuk membunuh 4 tokoh nasional, Kurniawan alias Iwan atau HK, mengakui sempat bertanya kepada purnawirawan jenderal bintang dua Kivlan Zen, yang menyuruhnya untuk membunuh Wiranto, Luhut Binsar Pandjaitan, Budi Gunawan, dan Goris Mere.

"Adapun sesuai keinginan Bapak Wiranto dan Bapak Luhut. Saya tanya kenapa dua orang ini jenderal," tanya HK ke Kivlan dalam video testimoni yang diputar pihak Polri di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

Kivlan pun menanyakan alasan HK bertanya. "Kenapa kamu tanya?" tiru HK.

HK pun langsung menjawab. "Siap, karena semuanya satu keluarga," ceritanya.

Dia pun menirukan alasan Kivlan kenapa harus menghabisi nyawa Wiranto dan Luhut.

"Jawab beliau karena patut dihabisi karena telah mengkhianati institusi," jelas HK.

Sementara, salah satu tersangka lainnya Tajudin atau TJ, menceritakan dia diminta Kivlan melalui HK untuk menjadi eksekutor membunuh 4 tokoh nasional.

"Saya dapat perintah bapak Mayjen Purnawiran Kivlan Zen melalui Haji Kurniawan alias Iwan untuk menjadi eksekutor penembakan target atas nama, 1. Wiranto, 2. Luhut Binsar Pandjaitan, 3. Budi Gunawan, 4. Gores Mere," kata TJ.

Dia menegaskan, diberi uang sebesar Rp 55 juta untuk pekerjaan tersebut.

"Saya diberikan uang 55 juta dari Bapak Mayjen Purnawiran Kivlan Zen melalui Kurniawan alias Iwan. Kemudian, rencana penembakan menggunakan senjata laras panjang kaliber amunisi 22 dan senjata pendek. Senjata tersebut saya peroleh dari haji Kurniawan alias Iwan," pungkasnya.

 

3 dari 3 halaman

Kivlan Zen Tersangka Kepemilikan Senjata

Sebelumnya, Kivlan Zen ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus kepemilikan senjata api yang dimiliki enam tersangka pembunuh bayaran yang diduga berencana akan membunuh empat tokoh.

"Status Pak Kivlan pada sore dan tengah malam ini juga sudah dinyatakan tersangka walaupun tidak secara langsung Pak Kivlan itu memiliki atau menguasai senjata api," kata pengacara Kivlan Zen, Djuju Purwantoro di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis dini hari 30 Mei 2019.

Kivlan Zen digiring ke Polda Metro pada Rabu sore 29 Mei 2019 pada pukul 16.00 WIB usai diperiksa di Bareskrim Polri. Polisi bermaksud meminta keterangan kepada Kivlan terkait kepemilikan senjata enam tersangka yang hendak membunuh empat tokoh. Disebutkan, salah satu tersangka mengaku kenal dengan Kivlan.

"Karena begitu beliau sudah selesai diperiksa di Bareskrim Polri, sudah selesai begitu pada saat yang bersamaan Beliau dinyatakan ditangkap gitu dengan sangkaan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951," ujar Djuju.

Dalam pemeriksaan yang dilakukan di Mapolda Metro Jaya, Rabu 29 Mei 2019, pengacara Kivlan, Burhanuddin mengatakan kliennya menyatakan bahwa dia mengenal tiga orang di antara pelaku.

"Tadi hanya dipertanyakan sejauh mana Kivlan mengenal mereka. Ya, dikenal karena ada hubungan kegiatan, diskusi," kata Burhanudin di Mapolda Metro Jaya, Rabu malam.

Saat ditanyakan siapa orang-orang tersebut, dia mengatakan Kivlan menyebut beberapa nama. "Tajudin, Iwan, Heri. Itu aja kok. Tadi baru beberapa orang saja (yang ditanyakan)," ujar Burhanuddin.

Tersangka lainnya adalah Armi yang merupakan mantan sopir Kivlan Zen. Pengacaranya, Djuju Purwantoro mengatakan, Kivlan baru mengetahui Armi memiliki senjata sejak sekitar dua sampai tiga pekan lalu. Padahal, kliennya sudah mengenal Armi sekitar tiga bulan.

Dia pun menilai, kasus yang menjerat kliennya ini tak ada kaitannya dengan kerusuhan 21-22 Mei di sejumlah tempat di Jakarta.

Terlebih, lanjut dia, tak ada bukti Kivlan Zen memiliki atau menguasai senjata api. Dia pun mempertanyakan jika kliennya ditetapkan sebagai tersangka karena kaitannya dengan sopirnya yang memiliki senjata api ilegal.

"Sesuai UU Darurat Tahun 51 kan artinya, sampai saat ini, di BAP tidak ada bukti Pak Kivlan memiliki, menguasai atau memakai senjata api satu pun. Beliau tidak memiliki atau menguasai satu pun," kata dia.

Dia menjelaskan, Armi pernah menyampaikan ke Kivlan soal senjata api yang dimilikinya. Kivlan kemudian mengingatkan Armi tentang izin yang harus diurus ketika memiliki senjata api.

Kivlan Zen kemudian ditahan atas kasus dugaan kepemilikan senjata ilegal. Dia ditahan di Guntur dalam 20 hari ke depan setelah menjalani pemeriksaan sejak Rabu 29 Mei hingga Kamis malam 30 Mei 2019.

Tim kuasa hukum Kivlan Zen, Djuju Purwantoro saat itu menyampaikan akan mengajukan penangguhan penahanan untuk kliennya. Salah satu pertimbangannya adalah kesehatan mengingat Kivlan memasuki usia senja, 73 tahun. 

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengaku pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas kasus yang menimpa Mantan Kepala Staf Kostrad, Kivlan Zen. Saat ini, Kivlan sudah ditetapkan sebagai kasus dugaan makar dan kepemilikan senjata api oleh penyidik Bareskrim Polri.

"SPDP (Kivlan Zen) sudah diterima," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (31/5/2019).

Meski begitu, Prasetyo belum mengetahui SPDP yang diterimanya terkait kasus makar atau kepemilikan senjata api ilegal. Menurut Prasetyo, dua kasus yang menjerat Kivlan saling berkaitan.

Â