Liputan6.com, Jakarta Dengan mengenakan batik dan udeng khas Banyuwangi, ribuan perantau alias diaspora asal Banyuwangi, memadati Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Sabtu (8/6). Mereka mengikuti acara bertajuk 'Diaspora Banyuwangi' dengan penuh ceria.
Bupati Abdullah Azwar Anas mengatakan, Diaspora Banyuwangi selalu digelar rutin setiap tahun sejak lima tahun terakhir. Ini menjadi media penting Pemkab Banyuwangi untuk menyampaikan perkembangan pembangunan daerah, sekaligus meminta masukan dari warga perantau.
Baca Juga
"Dalam kesempatan ini, kami juga mengajak para perantau untuk berkolaborasi membangun daerah. Silakan bikin sesuatu di Banyuwangi, usaha pertanian, peternakan, pariwisata, dan sebagainya sesuai minat bapak atau ibu semua. Ayo bareng-bareng majukan daerah," ungkap Azwar Anas.
Advertisement
Bupati Anas lantas memaparkan berbagai perkembangan Banyuwangi. Mulai dari Bandara Internasional Banyuwangi, pengembangan pariwisata, hingga pabrik kereta api terbesar di Indonesia yang tengah dibangun di Banyuwangi.
Saat ini, di Banyuwangi juga sedang dibangun industri kereta api terbesar di Indonesia yang dilengkapi dengan museum kereta api. Industri tersebut juga berarsitektur khas rumah masyarakat Suku Osing, sehingga bakal menjadi ikon baru Banyuwangi.
Anas juga menyampaikan sejumlah program sosial-kemasyarakatan yang telah dijalankan, seperti pendistribusian makanan bergizi gratis setiap hari ke lebih dari 3.000 warga lanjut usia (lansia) miskin, hasil kolaborasi Pemkab Banyuwangi, pemerintah desa, dan Badan Amil Zakat.
"Saat ini kami juga menjadikan Puskesmas sebagai mal orang sehat, bukan lagi orang baru datang ke sana saat sakit. Sebelum Lebaran kemarin saya ke Puskesmas Jajag, Alhamdulillah luar biasa daftar kunjungan orang sehat untuk konsultasi gizi, sanitasi, atau cek darah meningkat," ujar Anas.
"Kami ingin tingkatkan upaya promotif dan preventif kesehatan, maka bapak atau ibu yang perantauan bisa ikut bantu sosialisasikan ke kerabat di Banyuwangi, untuk ke Puskesmas agar tetap sehat. Jangan nunggu sakit baru ke Puskesmas," imbuh Anas.
Dia menambahkan, di lokasi acara Diaspora Banyuwangi juga dihadirkan beragam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Para diaspora bisa langsung melihat dan belanja oleh-oleh dari UMKM.
"Mengapa kami hadirkan UMKM langsung di lokasi pendopo ini, meskipun mereka juga punya gerai masing-masing dan bisa beli lewat online? Itu karena kami ingin membangun kedekatan. Bukan saja beli oleh-oleh, tapi kami bangun kesadaran untuk mencintai, membeli, dan mempromosikan produk Banyuwangi," ujarnya.
"Kami di sini disatukan oleh rasa cinta kepada Banyuwangi. Maka dengan melihat produk UMKM, bapak atau ibu ribuan diaspora ini bisa ikut tergerak mempromosikan, bahkan tidak menutup kemungkinan bermitra, berbisnis bersama," papar Anas.
Para diaspora Banyuwangi menyambut positif perkembangan daerah tersebut. Yanti misalnya, pengusaha perjalanan wisata yang membuka bisnis di Jepang.
"Sekarang pulang ke Banyuwangi lebih mudah karena sudah ada bandara. Dulu harus ke Surabaya, lalu perjalanan darat berjam-jam. Saya berharap Banyuwangi terus maju, sehingga bisa ada penerbangan dari Jepang langsung ke Banyuwangi," kata perempuan yang telah 19 tahun tinggal di Jepang itu.
Yanti juga siap untuk membantu mempromosikan Banyuwangi di luar negeri. Ia mengaku, dulu cukup sulit untuk menjelaskan tentang Banyuwangi. Tapi, sekarang banyak orang yang mengenal Bumi Blambangan tersebut.
(*)