Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana (Dittipid) Siber Bareskrim Polri menangkap pelaku yang diduga membuat berita bohong alias hoaks terkait kebocoran server KPU dan adanya pengaturan untuk memenangkan salah satu paslon Pilpres 2019.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyampaikan, tersangka berinisial WN. Dia ditangkap di Jalan Mangunrejan, Mojogeli, Teras, Boyolali, Jawa Tengah pada Selasa 11 Juni 2019 sekitar pukul 21.45 WIB.
Baca Juga
"Tentang server KPU yg diletakkan di Singapura yang sudah disetting untuk memenangkan pasangan calon 57 persen. Kasus ini adalah pengembangan dari kasus yang sudah diungkap terdahulu yaitu pada bulan April 2018 dengan dua tersangka," tutur Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/6/2019).
Advertisement
Dua tersangka itu berinisial RD dan EW. Untuk RD, dia berperan menyebarkan berita hoaks menggunakan akun Facebook dan EW menggunakan Twitter ribuan kali.
Sementara, WN merupakan pelaku yang memang berperan sebagai pembuat narasi kebohongan. Dalam pengejarannya, dia aktif berpindah tempat selama dua bulan sampai akhirnya diringkus.Â
"Alhamdulillah dengan kesigapan, kasus hoaks yang menimpa KPU berhasil dituntaskan," kata Dedi.
Sementara itu, Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kombes Rickynaldo menambahkan, WN membuat narasi itu pada 27 Maret 2019 di kediaman mantan Bupati Serang berinisial MTN.
Saat itu sedang dilakukan rapat rutin koordinasi kemenangan relawan salah satu paslon daerah Banten yang dihadiri oleh ketua koordinator wilayah tersebut.
"Saudara WN ini juga bagian dari tim IT salah satu paslon. Saat itu, saudara WN menyampaikan bahwa KPU saat itu hanya mengekor, banyak duplikasi data. Adanya server KPU yang tujuh lapis, salah satunya bocor, 01 sudah membuat angka 57 persen, dan salah satu calon sudah menang dengan 68 persen. Hal itu sudah kami petakan di 33 provinsi," beber Rickynaldo.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Data Tidak Valid
WN pun mengakui narasi buatannya itu disampaikan tanpa validitas data dan fakta.
"Tersangka juga sudah mengakui bahwa data yang diperoleh itu berdasarkan informasi maupun data yang diterima dari medsos. Jadi yang bersangkutan ini tidak melakukan penelitian sendiri, tidak melakukan cross check sendiri di lapangan. Hanya berpedoman pada informasi yang ada di medsos," Rickynaldo menandaskan.
Atas perbuataannya, WN dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
WN juga dijerat dengan Pasal 310 KUHP, Pasal 311 KUHP, serta Pasal 207 KUHP.
Advertisement