Sukses

Bacakan Pleidoi, Ratna Sarumpaet Bandingkan Kasusnya di Era Orba dan 212

Dalam dua kasus yang pernah menjeratnya, Ratna dijerat dengan pasal makar.

Liputan6.com, Jakarta - Ratna Sarumpaet menyatakan perbuatannya dalam membuat berita bohong dipolitisasi. Dia membandingan kasus yang sekarang menjeratnya dengan kasus yang pernah dia alami di zaman Orde Baru dan tahun 2016 bersama beberapa aktivis lainnya.

"Saya memang pernah dihukum di era Orde Baru. Pada tanggal 10 Maret 1998, saya bersama beberapa kawan aktivis Pro Demokrasi termasuk putri saya, Fathom Saulina memang ditangkap dengan tuduhan makar dengan pasal berlapis," kata Ratna di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).

Saat itu, Ratna melanjutkan, dirinya dihukum 60 hari di Rutan Polda Metro Jaya dan 10 hari di Rutan Pondok Bambu.

"Ditangkap dengan mengerahkan hampir semua kesatuan yang ada, seolah sedang menangkap kriminal besar, tujuh puluh hari setelahnya tanggal 20 Mei 1998 sehari sebelum Presiden Soeharto lengser," ujar Ratna.

Kasus tersebut lalu disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan dakwaan 'Menggelar Acara Tanpa Izin'. Persidangan itu berlangsung selama tiga jam, "Dan kami dibebaskan hari itu juga. Itu kasus Politik. Bukan kasus Pidana," beber Ratna.

Delapanbelas tahun setelah kasus tersebut, yaitu era reformasi, atau subuh menjelang acara 212 (2 Desember 2016), Ratna bersama beberapa tokoh kritis ditangkap sebagai tersangka Makar.

"Masing-masing disidik di tempat terpisah, dilepas setelah 24 jam. Hingga hari ini saya tidak pernah dipanggil lagi setelah satu kali penyidikan tambahan di Polda Metro Jaya. Tidak pernah di SP3 juga tidak di P21," kata Ratna.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Pasal Berlapis

Ratna didakwa pasal berlapis. Dakwaan kesatu adalah Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Pasal itu menyatakan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitaan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun.

Terkait dengan pasal itu, Ratna dengan tegas membantah dirinya membuat berita bohong untuk kepentingan politik, padahal apa yang dilakukannya adalah untuk menutupi operasi plastik dari anak-anaknya.

"Tapi semata-mata untuk menutupi pada anak-anak saya 'dalam usia saya yang sudah lanjut saya masih melakukan operasi plastik sedot lemak'," kata Ratna.

Sementara dakwaan kedua adalah Pasal 28 Ayat (2) juncto 45A Ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukuman berdasarkan dakwaan yang kedua ini adalah 6 tahun penjara.

Pasal atau dakwaan ini tepatnya mengatur tentang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan (SARA).