Sukses

Sidang MK, Pernyataan Tertulis Ahli KPU Jelaskan Soal Anak Perusahaan BUMN

KPU mengajukan dua ahli dalam sidang sengketa pilpres di MK. Salah satunya W Riawan Tjandra.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan dua ahli dalam sidang sengketa pilpres di MK. Satu ahli teknologi informasi yang juga arsitek IT yang merupakan profesor pertama di bidang itu di Tanah Air, Marsudi Wahyu Kisworo.

Ahli lainnya, yakni W Riawan Tjandra. Namun, dia hanya memberikan keterangan secara tertulis.

Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari mengatakan, Riawan adalah ahli hukum administrasi negara. Ahli itu memberikan pendapatnya terkait kedudukan hukum anak perusahaan BUMN.

"Ahli hukum administrasi negara menerangkan soal kedudukan hukum BUMN, anak perusahaan BUMN," kata Hasyim usai sidang sengketa pilpres di MK, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2019).

Persoalan kedudukan anak perusahaan BUMN menjadi perbincangan dalam sidang sengketa tersebut. Sebab, kubu 02 menilai cawapres Ma'ruf Amin melanggar administrasi pendaftaran calon presiden dan wakil presiden.

Ma'ruf Amin masih memegang jabatan sebagai Dewan Pengawas Syariah BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri. Kubu 02 menilai kedua bank itu merupakan BUMN.

Menurut Hasyim, berdasarkan keterangan saksi ahli tersebut, anak perusahaan BUMN bukan BUMN. Hal itu berdasarkan peraturan perundangan.

"Intinya penegasan soal status BUMN dan anak BUMN. Keterangan ahli untuk menegaskan ini adalah BUMN atau anak BUMN," jelas Hasyim di MK.

2 dari 2 halaman

Tak Ajukan Saksi Fakta

Sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi berlanjut, Kamis (20/6/2019). Giliran pihak Termohon, dalam hal ini KPU, mengajukan saksi dan ahli dalam sidang lanjutan ini.

Namun, dalam persidangan ini KPU tidak mengajukan saksi.

"Kami berkesimpulan tidak mengajukan saksi," kata pengacara KPU, Ali Nurdin.

KPU hanya mengajukan satu ahli dalam persidangan untuk memaparkan keahlian dalam bidang Information Technology atau IT.

"Untuk ahli kami ajukan satu orang ahli, Bapak Marsudi Wahyu Kisworo, profesor IT pertama di Indonesia dan arsitek IT KPU," kata Ali Nurdin.

Dalam sidang sebelumnya, pihak Pemohon mengajukan 15 saksi dalam persidangan. Namun, dua di antaranya tidak hadir.

Mantan komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay menyatakan, dari keterangan yang diberikan seluruh saksi, belum cukup membuktikan terjadi kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di Pemilu 2019.

"Kalau dikatakan ada satu kecurangan, belum bisa dibuktikan. Belum bisa kita simpulkan terjadi pelanggaran, apalagi disebut pelanggaran TSM," kata Hadar saat dikonfirmasi.

Menurut dia, dari keterangan saksi di sidang MK belum membuktikan adanya pelanggaran, apalagi pelanggaran TSM.

"Saya masih berpandangan, belum bisa disebut pelanggaran TSM, dengan apa yang kita dengar dari saksi," katanya.

Hadar menyebut, pembuktian adanya kecurangan masih sangat sedikit dan kecil.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com