Liputan6.com, Jakarta Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan pihaknya mengalokasikan anggaran program asuransi sebesar Rp163,2 miliar untuk pertanian di tahun ini.
Anggaran sebesar Rp144 miliar itu untuk asuransi usaha tani padi (AUTP). Untuk asuransi usaha ternak sapi atau kerbau (AUTS/K) dialokasikan sebesar Rp19,2 miliar. Sarwo Edhy menjelaskan, program asuransi tersebut dimulai sejak 2015 dengan besaran premi Rp180 ribu/hektare (ha).
Baca Juga
Dari jumlah premi yang dibayar petani hanya 20 persen atau Rp36 ribu/ha. Sementara 80 persen, dibayar oleh pemerintah alias subsidi.
Advertisement
"Adapun nilai pertanggungannya sebesar Rp6 juta/ha. Program ini untuk melindungi petani dari gagal panen," kata Sarwo Edhy, Jumat (21/6).
Dasar hukum pemerintah meluncurkan program asuransi pertanian adalah Undang Undang (UU) No.19/2013 Tentang Perlindungan Petani. Dalam UU ini, penerima manfaat AUTP adalah petani atau penggarap dengan lahan maksimal 2 ha.
"Lokasinya diprioritaskan di daerah sentra produksi padi," jelas Sarwo. Sedangkan AUTS, untuk perlindungan bagi peternak sapi indukan produktif, dengan jangkauan ganti rugi atas sapi yang mati maupun hilang.
Untuk AUTS/K, pada 2016, besaran premi ditetapkan sebesar Rp200 ribu/ekor. Jumlah tersebut terdiri atas premi swadaya sebesar 20 persen atau sebesar Rp40 ribu/ekor. Sedangkan 80 persen sisanya atau Rp160 ribu/ekor merupakan premi subsidi. Nilai pertanggungan ditetapkan sebesar Rp10 juta/ekor.
Target AUTP 2015 seluas 1 juta ha dan terealisasi 233.500 ha, dengan klaim 3.482 ha. Pada 2016, targetnya 500.000 ha, terealisasi 307.217 ha, dan klaim mencapai 11.107 ha.
Pada 2017, target dibidik 1 juta ha, terealisasi 997.961 ha, dengan klaim 25.028 ha. Kemudian di 2018, target dipatok 1 juta ha, terealisasi 806.200 ha, dan klaim 10.754 ha.
Untuk AUTS/K, pada 2016 ditargetkan menjangkau 120 ribu ekor, terealisasi 20 ribu ekor, dan klaim 697 ekor. Pada 2017, Kementan kembali menargetkan AUTS/K menjangkau 120 ribu ekor, terealisasi 92.176 ekor, dengan klaim 3.470 ekor. Lalu, pada 2018, ditargetkan sebanyak 120 ribu ekor, terealisasi 88.673 ekor, dengan klaim AUTS/K mencapai 1.736 ekor.
"Untuk 2019, kami targetkan AUTP menjangkau 1 juta ha. Hingga saat ini (per Mei 2019), telah terealisasi 7,67 persen atau 76.702,12 ha. Dengan realisasi bantuan premi setara subsidi 80 persen mencapai Rp2.820.761.280 atau 19.588,62 ha. Sedangkan untuk AUTS/K tahun 2019, ditargetkan menjangkau 120 ribu ekor. Terealisasi 7.553 ekor, dengan bantuan setara subsidi 80 persen dari premi tercatat telah mencapai Rp1.118.480.000," jelasnya.
"Target luasan 1 juta ha pada 2019 diprediksi akan tercapai. Karena sekarang pendaftaran sudah online, dengan Sistem Informasi Asuransi Pertanian (SIAP). Sistem dalam jaringan ini mempermudah petani untuk ikut program asuransi usaha tani maupun usaha ternak," katanya.
Sarwo Edhy juga mengatakan, sejak program ini diluncurkan, minat petani ikut asuransi terus meningkat. Namun demikian, Kementan terus berupaya memperbaiki kendala yang ada.
Kendala yang ditemukan salah satunya soal NIK (Nomor Induk Kependudukan). Satu NIK digunakan untuk beberapa nama petani. Di samping itu, masih ada pula petani yang mendaftar lebih dari 2 ha/musim tanam.
Hal ini, kata Sarwo Edhy, mengakibatkan pendaftaran target asuransi tidak tercapai. Dia mencontohkan, untuk asuransi usaha ternak sapi/kerbau (AUTS/K) target 2019 sebanyak 120 ribu ekor, namun sekarang sudah terealisasi 65.472 ekor. Demikian juga AUTP baru mencapai sekitar 276.450,5 ha dari target 1 juta ha.
Upaya yang dilakukan dengan memberikan rangsangan kepada petugas lapangan berupa hadiah sepeda motor, handphone, bahkan kompensasi umroh bagi mereka yang dapat merealisasikan pendaftaran 10 ribu ha AUTP.
Selain kendala di atas, masih banyak petugas lapangan yang belum memahami pendaftaran melalui aplikasi SIAP. Tidak sedikit pula petugas dinas kabupaten yang belum dapat mengunggah SK DPD ke aplikasi SIAP.
Dirjen berharap, kelompok kerja (Pokja) asuransi pertanian dapat kerja maksimal, sehingga dapat rumusan yang lebih baik untuk dijadikan kebijakan dalam program asuransi.
"Hal penting dari Pokja adalah kebijakan yang membantu petani untuk mengatasi kerugian akibat gagal panen," tegasnya.
Â
(*)