Sukses

Kuasa Hukum: Rahmat Baequni Tidak Ditahan Meski Jadi Tersangka

Hamynudin menuangkan sejumlah pertimbangan dalam suratnya tersebut agar diizinkan agar Rahmat Baequni tidak ditahan walau dalam status tersangka.

Liputan6.com, Jakarta - Tersangka kasus hoaks, Rahmat Baequni akhirnya diizinkan untuk pulang setelah kuasa hukumnya memberikan surat permohonan kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat untuk tidak ditahan.

"Tidak ditahan, jadi ini bukan penangguhan. Barusan saya bersurat ke Ditreskrimsus untuk meminta tidak ditahan. Walaupun statusnya sudah tersangka, tapi kita minta untuk tidak ditahan," kata kuasa hukum Rahmat Baequni, Hamynudin Fariza di Bandung, Jumat malam, 21 Juni 2019.

Hamynudin menuangkan sejumlah pertimbangan dalam suratnya tersebut agar diizinkan untuk tidak ditahan walau kliennya dalam status tersangka. Pertimbangan itu, di antaranya Baequni merupakan kepala keluarga dan seorang penceramah yang kehadirannya ditunggu jamaahnya.

"Pertimbangan saya ya karena beliau ini ustaz, kajiannya selalu ditunggu oleh jemaahnya. Lalu dia kepala keluarga dan istrinya baru saja melahirkan," kata Hamynudin seperti dikutip dari Antara.

Walaupun dipersilakan pulang, kata dia, Rahmat Baequni tetap wajib melapor kepada pihak kepolisian setiap sepekan sekali. Selain itu proses hukumnya juga terus berjalan hingga status hukumnya menjadi P21 atau dilimpahkan ke kejaksaan.

"Jadi alasan-alasan seperti tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, tidak akan mengulangi tindak pidana lain kembali," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jadi Tersangka

Sebelumnya, Baequni yang juga merupakan penceramah akhirnya ditetapkan sebagai tersangka setelah diperiksa oleh Ditreskrimsus Polda Jabar sejak diamankan pada Kamis (20/6) malam. Ia diperiksa karena terjerat kasus dugaan penyebaran hoaks terkait Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang gugur karena diracun.

Atas perbuatannya, Baequni terancam hukuman di atas lima tahun penjara dengan disangkakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan juga Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, yaitu UU ITE dan atau Pasal 207 KUHP Pidana.