Sukses

Kuasa Hukum Sofyan Basir Sebut Dakwaan KPK Membingungkan

Dalam dakwaan peran Sofyan Basir yang disebut terlibat dalam hal pembantuan proses suap, menurut Soesilo, tidak dijelaskan secara cermat oleh Jaksa.

Liputan6.com, Jakarta - Penasihat hukum Sofyan Basir, Soesilo Ari Bowo menyebut surat dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak cermat. Ketidakcermatan dakwaan lantaran jaksa mengenakan Sofyan Basir dengan Pasal 15.

"Hal ini telah membingungkan, di dalam pemahaman dugaan perbuatan pembantuan yang dituduhkan kepada terdakwa Sofyan Basir, sehingga menyulitkan dalam melakukan pembelaan," ujar Soesilo saat membacakan nota keberatan atas kliennya di pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/6/2019).

Pasal 15 sendiri berbunyi, "setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14."

Dalam dakwaan peran Sofyan Basir yang disebut terlibat dalam hal pembantuan proses suap, menurut Soesilo, tidak dijelaskan secara cermat oleh Jaksa.

"Ketidakcermatan surat dakwaan terkait dengan penentuan kualitas terdakwa Sofyan Basir yang diduga telah memberikan fasilitas untuk mempercepat proses kesepakatan proyek IPP atau memfasiltasi pertemuan-pertemuan telah membuat surat dakwaan harus batal demi hukum," kata dia.

Sebelumnya, Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur Utama (Dirut) nonaktif PLN Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan pembahasan pemufakatan jahat suap kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.

"Terdakwa dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan ‎kejahatan," ujar Jaksa KPK Ronald Worotikan membacakan surat dakwaan Sofyan Basir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019).

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Dakwaan Jaksa

Menurut Jaksa, Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan antara Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham, dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo.

"Padahal terdakwa mengetahui ‎bahwa Eni Saragih dan Idrus Marham akan mendapatkan fee dari Johanes Kotjo," kata Jaksa Ronald.

Jaksa Ronald menyebut, Eni dan Idrus menerima suap dari Johanes Kotjo secara bertahap sebesar Rp 4,7 miliar. Uang tersebut disinyalir untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Inependent Power Producer (IPP) PLTU mulut tambang Riau-1.

Dalam dakwaan disebutkan Eni Saragih ditugaskan oleh Ketua Fraksi Partai Golkar Sety‎a Novanto (Setnov) yang saat itu Ketua DPR untuk membantu Johanes Kotjo memuluskan kesepakatan kontrak kerjasama PLTU Riau-1. Eni kemudian meminta bantuan kepada Sofyan Basir.

Sofyan Basir beberapa kali melakukan pertemuan dengan Eni Saragih dan Johanes Kotjo untuk membahas proyek PLTU. Sofyan pun menyerahkan ke anak buahnya Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso untuk mengurus proposal yang diajukan Johanes Kotjo.

Atas bantuan Sofyan Basir, perusahaan Johanes Kotjo mendapatkan jatah proyek PLTU Riau-1. ‎Eni dan Idrus menerima imbalannya sebesar Rp 4,7 miliar dari Johanes Kotjo karena telah membantunya.

Atas perbuatannya, Sofyan Basir didakwa melangar Pasal 12 a atau Pasal 11 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.