Sukses

Rekomendasi Amnesty Internasional untuk Jokowi terkait Kerusuhan 22 Mei

Amnesty Internasional Indonesia merekomendasikan sejumlah hal kepada Presiden Jokowi terkait peristiwa kerusuhan 21-23 Mei.

Liputan6.com, Jakarta - Amnesty Internasional Indonesia merekomendasikan sejumlah hal kepada Presiden Jokowi terkait peristiwa kerusuhan 21-23 Mei. Mereka menemukan dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh anggota brigade mobile (Brimob) Polri.

Peneliti Amnesty Internasional Indonesia, Papang Hidayat mengatakan, pihaknya mengirimkan surat terbuka untuk Presiden Jokowi. Dia mengatakan, Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid tengah membuka komunikasi dengan Istana untuk meminta penyelesaian kasus kerusuhan 21-23 Mei.

"Direktur kami juga sudah buka komunikasi dengan pejabat pemerintah untuk ditanya bagaimana soal situasi 21-23," kata Papang di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6).

Dalam surat terbuka, pihaknya mendesak pemerintah untuk melakukan penyelidikan independen. Tidak hanya peristiwa kekerasan diduga oleh aparat kepolisian di Jakarta, namun di wilayah lain seperti di Pontianak.

"Ada rekomendasi independen efektif, tidak hanya Kampung Bali juga mungkin ada insiden lain tempat lain," kata Papang.

Dalam surat terbuka itu, Amnesty Internasional Indonesia merekomendasikan tidak ada penahanan sewenang-wenang. Dan diminta orang-orang ditahan diberikan akses untuk keluarga dan bantuan hukum.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Mendorong Revisi Legislasi Penyiksaan

Kepolisian diminta untuk menjalankan standart operational procedure (SOP). Anggota kepolisian diminta menerapkan Perkap No 8 Tahun 2008 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian.

Berikutnya, akuntabilitas kepolisian diminta ditinjau ulang untuk menangani dugaan pelanggaran HAM. Polisi dianggap gagal dalam menjalankan reformasi aparat keamanan karena masih ada kekerasan.

Amnesty Internasional Indonesia juga mendorong revisi legislasi terkait penyiksaan. Sebab, dalam KUHP belum ada pemidanaan terkait hal tersebut.

"Kalau bisa rencana merevisi amandemen KUHP itu memasukkan larangan dan pemidanaan praktek penyiksaan," kata Papang.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com