Liputan6.com, Jakarta - Pemberlakuan tilang elektronik di Jakarta bikin Abi ketar-ketir. Sebab, salah satu pelanggaran yang bakal disanksi adalah penggunaan telepon genggam saat berkendara.Â
Padahal, sebagai pengemudi ojek online, pria 36 tahun itu tergantung pada perangkat itu. Untuk mencari penumpang atau sebagai petunjuk arah.Â
Baca Juga
"Handphone ini kan buat kerja. Melihat orderan, dari handphone. Ya biasanya minggir sih, tapi kadang sembari jalan," kata Abi saat ditemui Liputan6.com di Jalan Thamrin, Jakarta, Selasa (2/7/2019). Kala itu, ia sedang beristirahat, usai mengantarkan penumpang di kawasan perkantoran Ibu Kota.Â
Advertisement
Mulai Senin 1 Juli 2019,  Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya meningkatkan status sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di Jalan Sudirman-Thamrin. Dari sekedar uji coba jadi resmi diberlakukan. Sanksi denda menanti para pelanggar, jumlahnya hingga Rp 750 ribu.
Jumlah kamera CCTV pun bertambah menjadi 12 dari sebelumnya hanya 2 titik. Fungsinya untuk menangkap pelanggaran yang dilakukan para pengendara. Dari tak patuh aturan ganjil-genap sampai mengabadikan gambar pengemudi yang memakai ponsel saat berkendara.
Sementara, pengendara mobil bernama Hanz mengaku, jantungnya nyaris copot saat melintasi perempatan Sarinah di Jalan Thamrin Juni 2019 lalu. Cahaya mirip kilat di siang bolong tiba-tiba muncul di depannya.Â
"Tiba-tiba seperti ada flash di Thamrin. Saya kaget, kirain petir," kata pria 29 tahun itu kepada Liputan6.com.
Hanz mengaku, sang adik yang duduk di sebelahnya tak menggunakan sabuk pengaman. "Saya kira saya dianggap melanggar, tapi surat tilang tidak pernah sampai," kata Hanz.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat, ada 118 pelanggar di hari pertama diberlakukannya tilang elektronik pada Senin, 1 Juli 2019.Â
Rinciannya, sebanyak 65 orang melanggar ganjil genap, 39 tidak gunakan sabuk pengaman, dan main handphone saat berkendara 14 orang. Pelanggaran didominasi kendaraan pelat hitam dan kuning.
Tak Perlu Kucing-kucingan
Kamera CCTV yang dipakai untuk mengawasi pengendara terbilang canggih. Perangkat itu memang tak bisa bergerak ke kiri atau ke kanan. Hanya mengarah ke arah jalan saja. Namun, posisinya di tengah sehingga bisa melihat semua sisi ruas jalan.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Muhammad Nasir menerangkan, kamera analitik pintar ini memiliki kemampuan menganalisis dan mengidentifikasi jenis kendaraan, pelanggaran, hingga mengidentifikasi nomor registrasi kendaraan bermotor melalui tanda nomor kendaraan bermotor.
Kamera CCTV pada tilang elektronik tersebut memiliki jaringan fiber optik berkecepatan tinggi berupa virtual private network dengan bandwidth 80 MBPS pada setiap titik kamera analitik.
"Ketika kendaraan melaju di Jalan Thamrin, maka pelanggar langsung ter-capture, ada videonya juga. Lalu kita identifikasi kendaraan, alamatnya di mana, jenis kendaraannya apa, setelah cocok kita kirim surat tilang ke alamat pelanggar," kata Nasir kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Polisi, kata Nasir, bekerjasama dengan PT Pos Indonesia untuk mengirimkan surat tilang tersebut. Jika pelanggar sudah menerima surat tilang, maka harus segera mengkonfirmasi paling lambat 1 minggu. "Kalau tidak, STNK akan diblokir," ujar Nasir.
Setelah mendapat surat tilang, pelanggar dapat menjalani sanksi dengan membayar denda atau diproses di pengadilan.
Dengan kamera canggih ini, kata Nasir, juga meminimalisir bertemunya petugas dan pelanggar. Sehingga tak ada lagi suap menyuap.
"Nepotisemenya berkurang jauh, keuntungan untuk kedua belah pihak. Tidak ada kucing-kucingan dengan polisi juga," ujar Nasir.
Selain itu, dengan menggunakan kamera ini maka dapat memantau pelanggar selama 24 jam baik dalam kondisi terik maupun hujan.
"Hasil capture-nya terdokumentasi mau situasi apapun pelanggaran akan mampu terdeteksi," kata dia.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Efektif Kurangi Pelanggaran?
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Muhammad Nasir mengatakan, dengan adanya kamera canggih ini, sangat efektif mengurangi pelanggaran terutama di jalan protokol.
"Sekarang mulai dari Bundaran Senayan sampai Harmoni orang sudah melakukan perjalanan dengan tertib lalu lintas. Terutama mobil, sudah pakai seat belt, tidak main handphone dan (aturan batas) kecepatan kendaraan juga sedikit yang melanggar," kata Nasir.
Hal ini, kata dia, sangat efektif mengubah budaya lalu lintas pada masyarakat. "Sekarang polisi hanya ditugaskan untuk patroli," ujarnya.
Dia berharap, tertib lalu lintas ini tak hanya dilakukan di jalan protokol, tetapi juga jalan lainnya. Nasir mengatakan, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menargetkan memasang CCTV di 80 titik dari Kota Tua sampai Blok M. Kemudian, dari Cawang ke Grogol dan Kawasan Cempaka Putih.
Sementara, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bambang Prihartono mengaku optimistis, dengan menggunakan kamera CCTV ini akan mengurangi pelanggaran.
"Karena kalau menggunakan ETLE ini kan tentunya mengurangi kesalahan-kesalahan kan. Selama ini kan pakai tenaga manusia, tapi manusia ada lelahnya. Sehingga dengan menggunakan sistem yang baru kita perkenalkan, saya pikir harusnya jauh lebih efektif. Bukan hanya lebih, tapi jauh lebih efektif," ujar Bambang kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Masyarakat, kata dia, perlu diberi pembelajaran untuk tertib lalu lintas. Namun, kata dia, tertib lalu lintas ini tak bisa serta-merta langsung diterapkan di seluruh jalan.
"Bertahap. Nah kita membangun sistem ini by zone, harapannya ini menular. Kalau masuk zona ini sudah aman dia juga tertib otomatis kan. Jadi jangan-jangan nggak perlu lagi sistem ini kalau sudah tertib semua," ujar dia.
Sementara, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, sistem ini bukan sekedar menindak pelanggaran lalu lintas namun juga memiliki efek pencegahan.Â
"Saya berharap ini menjadi punya efek deterrence. Kenapa tertib, ya satu, karena ada aturan. Yang kedua, karena ada alat yang akan bisa melakukan pengidentifikasian sampai face recognition. Jadi harapannya efek deterrence," ujar Anies di Balai Kota Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Setelah dibikin kaget oleh kilatan 'misterius' di Jalan Thamrin, Hanz mengaku kapok. Pengendara itu mengaku, tidak akan menggunakan handphone dan memasang sabuk pengaman, serta lebih berhati-hati saat berkendara. Namun, dia berharap polisi lebih menyosialisasikan sistem tilang baru ini.
"Harapannya, sosialisasiya ditambah, ke masyarakat jadi masyarakat tahu, biar disiplin dalam berlalu lintas," kata Hanz.
Namun, Hanz berharap sistem tersebut tak perlu menggunakan kilat karena membuat terkejut dan membahayakan. "Nggak usah pake flash. Karena itu bikin kaget, dan berbahaya," tandas Hanz.
Advertisement
Perlu Dievaluasi
Sementara, Pengamat Transportasi Ellen Tangkudung berpendapat, perlu evaluasi lebih lanjut untuk mengetahui keefektifan sistem ini dalam mengurangi pelanggaran.
Ellen mengatakan, sistem tersebut sudah diterapkan di banyak negara. Hasilnya, dapat mengubah budaya masyarakat menjadi lebih tertib berlalu lintas.
"Pengalaman kalau di luar negeri memang membuat budaya orang-orang di sana menjadi lebih taat pada hukum karena mereka tahu, ada kamera di mana-mana, bisa tertangkap mereka," kata Ellen kepada Liputan6.com.
Ellen berharap kamera CCTV tilang elektronik dapat dipasang di seluruh jalan Jakarta. "Mungkin akan jadi tanggung jawab pemda, sekaligus sistemnya kalau sudah ada di banyak tempat jauh lebih baik," kata dia.
Dengan sistem yang canggih ini, kata Ellen, bukan hanya soal meminimalisasi pelanggaran lalu lintas, tetapi juga akan memperbaiki seluruh regulasi terkait kendaraan.
"Misalnya ada pengendara yang belum balik nama saat membeli kendaraan dari orang pertama, maka ketika ditilang dengan sistem ini surat tilang akan dikirimkan ke pihak pertama. Itu jadi warning untuk pemilik kendaraan, dia harus melapor dan balik nama," ujar dia.
Sementara Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna berpendapat, pemasangan kamera CCTV canggih ini tidak akan berpengaruh untuk mengurangi pelanggaran. Justru, kata dia, sanksi tilang yang harus diubah ketimbang pemasangan kamera CCTV.
"Kalau sidangnya bisa nitip, dan tidak diubah tidak akan memberi efek jera," kata Yayat kepada Liputan6.com.
Selain itu, Yayat juga berpendapat lebih baik denda tilang dimasukkan otomatis ke sistem pajak.Â
"Jadi kalau misalnya pemilik kendaraan merasa tidak melanggar karena kendaraan dibawa orang lain, maka denda tetap terbayarkan lewat pajak," ujar dia.
Namun, sebenarnya, kata Yayat, apakah fitur baru itu akan memberikan efek jera atau tidak, tergantung pada budaya pengendara.
"Justru yang jadi pembelajaraan itu yang ada petugas saja melanggar apalagi yang tidak ada petugas, jadi patuh tidak patuh itu tergantung budaya masyarakat, sejauh mana masyarakat itu menyadari bahwa UU itu dibuat untuk menyelamatkan dirinya," kata dia.
Â