Liputan6.com, Jakarta - 4 Juli 1927 tercatat menjadi salah satu tonggak dasar kemajuan sistem politik modern dan kepartaian di Indonesia. Pada tanggal itu, tepat 92 tahun lalu berdiri Partai Nasional Indonesia atau dikenal juga PNI. Sejumlah kalangan menyebut PNI merupakan partai politik tertua di Indonesia.
Sebelum menjadi partai, PNI awalnya bernama Perserikatan Nasional Indonesia dengan ketuanya Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr. Iskak Tjokroadisurjo, dan Mr. Sunaryo. Mereka merupakan para pelajar yang tergabung dalam Algemeene Studie Club (ASC) yang diketuai oleh Ir. Soekarno turut pula bergabung dengan partai ini.
Keberadaan PNI saat itu jelas membahayakan Belanda karena menyebarkan ajaran-ajaran pergerakan kemerdekaan sehingga Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah penangkapan pada tanggal 24 Desember 1929.
Advertisement
Penangkapan baru dilakukan pada 29 Desember 1929 terhadap tokoh-tokoh PNI di Yogyakarta seperti Soekarno, Gatot Mangkupraja, Soepriadinata dan Maskun Sumadiredja.
Pengadilan para tokoh yang ditangkap ini dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1930. Setelah diadili di pengadilan Belanda maka para tokoh ini dimasukkan dalam penjara Sukamiskin, Bandung. Dalam masa pengadilan ini Ir. Soekarno menulis pidato Indonesia Menggugat dan membacakannya di depan pengadilan sebagai gugatannya.
Pengadilan memberikan keputusan bahwa Soekarno diberi hukuman kurungan atau sekarang hukuman penjara. Hukuman ini akan dilakukan di Penjara Sukamiskin selama 4 tahun dari Desember tahun 1930.
Tak hanya Soekarno, sejumlah pemimpin PNI lainnya juga ditangkap. Maskoen, Soepriadinata dan Gatot Mangkoepradja, juga ditangkap di Yogyakarta usai menghadiri rapat umum yang diselenggarakan PPKI. Rangkaian penangkapan pemimpin PNI dimulai sejak 24 Desember. Penangkapan seluruhnya berjumlah 180 pimpinan PNI.
Penangkapan ratusan pemimpin PNI, termasuk para pemimpin utamanya, telah membuat PNI lumpuh. MC. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern penangkapan para pemimpin PNI ini membuat kegiatan politik di partai berlambang banteng itu berhenti total.
"Tanpa Sukarno, maka PNI sangat lemah," ujarnya.
Meski demikian, lanjut Ricklefs, konsepsi nasional Indonesia yang tidak mempunyai kaitan keagamaan maupun kedaerahan tertentu mulai diterima secara luas di kalangan elite.
Terpecah 2 Kubu
Saat Soekarno ada di penjara, PNI terbagi menjadi dua golongan, yaitu Partai Indonesia atau Pertindo dan Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI baru. Soekarno masuk di Partai Indonesia, sedangkan Mohammad Hatta dan Sjahrir masuk PNI Baru dan memimpin partai itu.
Partai Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno berhasil menggerakkan masa yang banyak. Di sisi lain, Mohammad Hatta dan Sjahrir sukses menekankan di organisasi yang menentang kolonial Belanda dan menanamkan ide nasionalisme.
Dalam sejarahnya, PNI mampu merampungkan landasan partai yang kelak bisa mempersatukan "semua kekuatan revolusioner dalam satu ikatan,” ujar Sukarno.
Sementara itu Soenario mengklaim PNI sebagai “partai baru yang bersifat nasional Indonesia dalam arti luas dan tidak chauvinistis,” kata dia dalam memoarnya.
Advertisement