Sukses

Walhi Nilai Industri di Sekitar Jakarta Dominan Sumbang Polusi Udara

Walhi menilai, kualitas buruk udara ibu kota bukan hanya tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti kualitas udara Jakarta yang terus memburuk. Menurut Walhi, penyumbang polutan udara kotor di Jakarta bukan hanya dari aktivitas di dalam kota tersebut.

Aktivitas di provinsi sekitar Jakarta juga dinilai ikut menyumbang polusi udara. Bahkan aktivitas industri di kota-kota penyangga memiliki sumbangsih besar terhadap kualitas udara Jakarta yang memburuk.

"Itulah kenapa gugatan warga kemarin itu mengalamatkan kepada tujuh tergugat, mulai dari Gubernur DKI, Presiden, Menteri LHK, Kemenkes, juga Gubernur Jawa Barat dan Banten. Karena mereka juga berkontribusi terhadap pencemaran udara lintas batas," kata Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi kepada Liputan6.com, Sabtu (6/7/2019).

Menurut Tubagus, kantong-kantong industri di sekitar Jakarta memiliki peran dominan dalam menyumbang polusi udara. Sebab, ia menambahkan, udara tidak mengenal batas wilayah dan bergerak bebas tak terkontrol.

"Misalnya industri-industri di sekitaran Jakarta baik itu di Provinsi Banten maupun Jawa Barat itu kan berkontribusi juga. Udara kan tidak bisa dibatasi secara administratif iya kan? Karena dia bebas, tergantung cuaca," katanya.

Oleh karenanya, Tubagus menilai bukan hanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mesti dituntut bertanggung jawab terhadap rendahnya kualitas udara, melainkan juga provinsi di sekitarnya. Tak lupa pula pemerintah pusat.

"Itulah kemudian mengapa menjadi sangat penting tidak hanya Pemerintah DKI Jakarta, pemerintah pusat juga berperan penting bagaimana mengkoordinasikan antar-pemerintah (daerah) itu terkait pencemaran udara lintas batas," ujarnya.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Batasi Produksi Kendaraan

Tubagus menilai bahwa persoalan ini berhulu pada kebijakan pemerintah. Baik itu pemerintah Jakarta maupun pusat. Menurutnya, selama ini belum ada rangkaian kebijakan dari pemerintah untuk mengendalikan kualitas udara.

Kalaupun ada, kata Tubagus, belum bisa melindungi hak masyarakat untuk memperoleh udara bersih.

Terlebih lagi, penurunan kualitas udara bukan hanya terjadi baru-baru ini. Namun jauh sebelumnya juga telah terjadi karena ketidakseriusan pemerintah menanggulanginya.

"Ini kan bukan baru-baru ini. Kita terus mengalami paparan udara buruk juga dalam banyak tahun ya, terus mengalami. Yang kita lihat, negara itu belum melakukan upaya apa-apa," tegasnya.

Tubagus mengajak untuk lebih dulu mengidentifikasi akar pencemaran. Menurutnya ada beberapa sektor penyumbang pencemaran udara, seperti kendaraan bermotor dan industri.

Ia melihat pemerintah tidak memiliki regulasi untuk membatasi hal itu. Misalnya saja, kata Tubagus, keran peredaran kendaraan bermotor dibuka dengan bebas oleh pemerintah.

"Pemerintah tidak pernah membatasi jumlah kendaraan, peredaran kendaraan bermotor," ujarnya.

Menurutnya pula, pengaplikasian sistem ganjil genap di beberapa titik jalan ibu kota tidak menyelesaikan akar masalah banyaknya kendaraan bermotor di Jakarta. Pemerintah, kata Tubagus, mesti menyelesaikan akar masalahnya terlebih dulu.

"Misalnya ganjil genap itu kan tidak signifikan juga. Bukan itu persoalannya, (melainkan) kita terus memproduksi kendaraan bermotor, dibangun transportasi publik, tapi jalan juga dibangun. Mengapa kendaraan motor tidak dibatasi," kata Tubagus menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.