Sukses

Greenpeace Catat Sumber Polusi Jakarta Sejak 2012, Minim Upaya Mengurangi

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Bondan Andriyanu, menyayangkan ketiadaan data-data seperti itu di tahun-tahun setelahnya. Sejak 2012 hingga 2018 data inventarisasi emisi itu tidak ada.

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi lingkungan non-pemerintah (NGO) Greenpeace mengkritik Pemprov DKI Jakarta terkait ketiadaan data inventarisasi emisi udara di wilayahnya. Hal ini berakibat tingginya polusi Jakarta.

Menurut Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Bondan Andriyanu, data inventarisasi emisi udara sangat dibutuhkan guna menjadi basis data dalam menanggulangi bencana polutan udara di Jakarta.

Bondan menyampaikan, di tahun 2012, ada kajian mengenai inventarisasi emisi udara yang dipublikasikan ulang oleh Inisatif Bersihkan Udara Koalisi Sementara (Ibukota) dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) pada Maret lalu.

Dalam data tersebut, kata Bondan, transportasi merupakan penyumbang utama emisi udara di Jakarta.

Sektor transportasi tersebut termasuk kendaraan bermotor, kereta api, dan pesawat udara.

"Data 2012 menunjukkan 46 persen kontribusinya transportasi. Kemudian 28 persen industri. Kemudian ada juga open waste burning lima persen. Artinya itu sebagai dasar, oke penyebabnya itu, kemudian kebijakan apa yang diambil untuk menurunkan itu ke depannya," kata Bondan saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (6/7/2019).

Bondan menyayangkan ketiadaan data-data seperti itu di tahun-tahun setelahnya. Sejak 2012 hingga 2018 data inventarisasi emisi itu tidak ada.

Baru pada 2019, kata Bondan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merilis data mengenai sumber terbesar polutan udara di Jakarta, yakni dari sektor transportasi yang mencapai 70 persen.

Itu pun hanya dari transportasi saja yang disebutkan. Sedangkan sisanya yang mencapai 30 persen tidak dituliskan dalam siaran pers KLHK bernomor SP. 101/HUMAS/PP/HMS.3/3/2019 itu.

"Lucunya di tahun 2019 kemarin, KLHK ngakuin bahwa ternyata transportasi menyumbang 70 persen. Artinya meningkatkan dong jauh," kata Bondan.

Bondan menyarankan supaya kajian mengenai inventarisasi emisi itu dilakukan secara berkala. Dan tak kalah penting, hasil riset itu bisa diakses oleh publik supaya publik bisa terlibat mengawasi.

"(Kalau seperti itu) Artinya kan langsung kita bisa tarik nih kebijakannya apa yang diambil dan menurunkan (emisi) apa," katanya.

"Kita tidak akan selesai berdebat kalau baseline datanya gak ada. Sumber datanya dari mana," Bondan menambahkan.

Saksikan video pilihan di bawah ini: