Sukses

JK: Penarikan Pajak Perusahaan Digital Jadi Masalah Dunia

JK menjelaskan mereka hanya mau membayar pajak bila ada kesepakatan dunia bukan per negara.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan penarikan pajak untuk perusahaan digital seperti Google, Microsoft, Facebook, dan Amazon menjadi masalah dunia. Termasuk di Indonesia.

"Itu masalah dunia. Jadi dia minta gratis juga pajaknya, tetapi dia mengambil manfaat iklan dalam negeri sehingga ini bukan saja masalah kita, semua masalah dunia," kata JK di acara smart business talk 'Making Indonesia 4.0 vs Super Smart Society 5.0' di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (11/7/2019).

Dia menjelaskan, empat perusahaan itu menguasai dunia. Mereka juga memiliki keuntungan sangat besar. Tetapi saat ini perusahaan digital itu tidak mau membayar pajak. Dia menjelaskan mereka hanya mau melaksanakannya bila ada kesepakatan dunia bukan per negara.

"Sebab itu dunia akan mengatur itu. Jadi bukan hanya masalah Indonesia tetapi juga masalah dunia agar mereka membayar lebih baik sesuai dengan pendapatannya," kata JK.

Karena itu Menteri Keuangan Sri Mulyani saat ini masih mencari formula untuk menarik pajak perusahaan digital tersebut. Sri Mulyani masih membicarakan hal itu dengan negara-negara anggota G-20.

"Menkeu Sri Mulyani juga masih mencari secara bersama sama anggota G20 cara agar mereka bayar pajak, karena teknologi itu lintas negara dan dunia maya bagaimana memajaki dunia maya, itu juga masalah," ungkap JK.

2 dari 2 halaman

Temui Titik Terang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan ada kemajuan yang signifikan di sektor perpajakan internasional dari pertemuan antar menteri keuangan G20 di Jepang, pekan lalu. Melalui pertemuan ini diharapkan akan terbangun kesepakatan untuk bisa mengejar potensi pajak dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang teknologi seperti Google dan Facebook.

Dia mengungkapkan, ‎dari pertemuan tersebut, muncul kesepakatan antar negara-negara G20 untuk bekerja sama dalam menangani perusahaan-perusahaan yang selama ini sulit untuk ditarik pajaknya, seperti perusahaan di sektor teknologi.

"Kemajuannya luar biasa, dari sisi paling tidak dari kesepakatan untuk mengadopsi suatu framework di dalam mengenali bahwa pajak internasional itu harus dilakukan secara kooperatif. Ada dua hal yaitu base erosion and profit shifting (BEPS) yaitu perusahaan yang selama ini cenderung mencari tempat dimana tingkat pajaknya rendah, itu bisa ditangani dengan kesepakatan antar negara untuk menghindarkan itu tadi perusahaan yang mencari tempat yang pajaknya rendah dan juga digital ekonomi," ujar dia di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jakarta, Selasa (11/6/2019).

Menurut Sri Mulyani, sejauh ini ada dua negara yang telah berhasil untuk mengenakan pajakterhadap perusahaan-perusahaan teknologi tersebut, yaitu Inggris dan Perancis.

"Terutama Inggris dan Perancis yang melakukan unilateral untuk mengimpose pajak digital ekonomi. Dia bahkan melakukannya bukan hanya untuk digital ekonomi dari sisi VAT, karena yg paling mudah, tapi juga dari sisi income tax PPh dimana meraka juga menggunakan pendekatan di mana economic presence-nya lebih dijadikan sumber pajaknya. Jadi bukan tempat tinggalnya jari dia bisa saja tetap di Irlandia yang tarif pajaknya sangat rendah, tapi kalau aktivitasnya lebih banyak di Inggris maka pajak nya tetap di inggris. Itu yang dilakukan Inggris dan Perancis," jelas dia.

Jika hal ini bisa juga diterapkan di Indonesia dengan adanya kesepakatan antar negara-negara G20, maka akan sangat menguntungkan bagi ‎Indonesia. Khususnya dalam hal mendongkrak penerimaan pajak.

"Kalau hal itu dilakukan maka Indonesia akan sangat diuntungkan. Karena kita punya banyak sekali apa yang disebut tax right yang selama ini mudah sekali tererosi karena adanya model bisnis yang sangat berubah itu," tandas dia.  

Video Terkini