Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan kode-kode yang digunakan dalam skandal suap Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun. Kode itu digunakan untuk mengelabui tim penindakan KPK.
"Selama proses penyelidikan sebelum OTT dilakukan, tim KPK mencermati sejumlah penggunaan kata sandi yang kami duga merupakan cara kamuflase untuk menutupi transaksi yang dilakukan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (12/7/2019).
Kode-kode yang digunakan para tersangka yakni ikan, kepiting, dan daun. Penggunaan kata-kata itu diduga untuk menyamarkan kata uang.
Advertisement
"Tim mendengar penggunaan kata 'ikan' sebelum rencana dilakukan penyerahan uang. Disebut jenis Ikan Tohok dan rencana 'penukaran ikan' dalam komunikasi itu. Selain itu terkadang digunakan kata 'daun'," kata Febri.
Febri mengatakan, saat tim penindakan KPK melakukan OTT di Pelabuhan Sri Bintan, Tanjung Pinang, pihak yang diamankan saat itu bahkan berdalih tak ada uang yang diterima, tetapi kepiting.
"KPK telah berulang kali memecahkan sandi-sandi seperti ini, dan hal ini juga sangat terbantu dengan informasi yang kami terima dari masyarakat," kata Febri.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Suap Terkait Izin Proyek
Dalam kasus ini KPK menjerat Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun sebagai tersangka kasus dugaan suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau tahun 2018-2019. Selain kasus suap, Nurdin Basirun juga dijerat pasal penerimaan gratifikasi.
Dalam kasus suap, Nurdin dijerat bersama tiga orang lainnya, yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan (EDS), Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono (BUH), dan pihak swasta Abu Bakar (ABK).
Nurdin Basirun menerima suap dari Abu Bakar yang ingin membangun resort dan kawasan wisata seluas 10.2 hektare di kawasan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Padahal kawasan tersebut sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.
Atas bantuan Nurdin Basirun itu, Abu Bakar pun memberikan suap kepada Nurdin, baik secara langsung maupun melalui Edy Sofyan atau Budi Hartono. Tercatat Nurdin beberapa kali menerima suap dari Abu Bakar.
Pada tanggal 30 Mei 2019 Nurdin menerima sebesar SGD 5000, dan Rp 45 juta. Kemudian esoknya, 31 Mei 2019 terbit izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar untuk luas area sebesar 10.2 hektar. Lalu pada tanggal 10 Juli 2019 memberikan tambahan uang sebesar SGD 6 ribu kepada Nurdin melalui Budi.
Saat penerimaan SGD 6 ribu itu KPK melakukan operasi tangkap tangan. Selain SGD 6 ribu, KPK juga mengamankan SGD 43.942, USD 5.303, EURO 5, RM 407, Riyal 500, dan uang rupiah Rp 132.610.000 dari kediaman Nurdin.
Â
Advertisement