Sukses

KPK Bidik Penikmat Aliran Korupsi Setengah Anggaran Proyek RTH Bandung

Dana Rp 60 miliar atau hampir setengah dari total anggaran proyek pengadaan RTH sebesar Rp 123,9 miliar diduga menjadi bancakan para koruptor.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah membidik pihak-pihak yang diduga ikut menikmati aliran korupsi pengadaan ruang terbuka hijau (RTH) di Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung tahun anggaran 2012-2013.

Dana Rp 60 miliar atau hampir setengah dari total anggaran proyek pengadaan RTH sebesar Rp 123,9 miliar diduga menjadi bancakan para koruptor. Hal ini didapat dari hasil audit investigatif yang dilakukan KPK dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"KPK sedang menelusuri pihak-pihak yang menikmati aliran dana tersebut," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (16/7/2019).

Febri mengatakan, uang bancakan Rp 60 miliar itu diduga tak hanya dinikmati oleh mereka yang sudah dijerat sebagai tersangka. Melainkan ada pihak-pihak lain yang turut menikmatinya.

Hanya saja Febri enggan merinci siapa saja pihak yang diduga menikmati aliran uang tersebut. "Diduga uang ini mengalir pada sejumlah pihak, baik tersangka ataupun pihak lain di Bandung," katanya.

Febri mengultimatum mereka yang diduga menerima aliran korupsi ini untuk segera mengembalikannya ke KPK. Hal tersebut untuk memudahkan proses hukum yang sedang berjalan.

"Ada yang telah secara kooperatif mengembalikan dalam bentuk uang senilai puluhan juta rupiah dan lima bidang tanah," kata Febri.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tetapkan 3 Tersangka

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Herry Nurhayat (HN) sebagai tersangka.

Selain Herry, KPK juga menjerat dua legislator kota kembang tersebut, yakni Tomtom Dabbul Qamar (TDQ) dan Kadar Slamet (KS) yang merupakan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 sekaligus anggota Badan Anggaran (Banggar).

KPK menyebut, alokasi anggaran yang dikeluarkan untuk RTH sebesar Rp 123,9 miliar yang terdiri dari belanja modal tanah dan belanja penunjang untuk enam RTH. Dua di antaranya yakni RTH Mandalajati dengan anggaran Rp 33,445 miliar dan RTH Cobiru dengan anggaran Rp 80,7 miliar.

Diduga, TDQ dan KS meminta penambahan anggaran. Keduanya juga diduga sebagai makelar dalam pembebasan lahan. Sedangkan Herry, selaku pengguna anggaran membantu proses pencairan.