Liputan6.com, Jakarta - Pertemuan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto dinilai membuat kelompok radikal tersudut.
Pertemuan Jokowi dan Prabowo pada Sabtu, 13 Juli 2019 lalu itu menunjukan rasa persahabatan dan persaudaraan, tanpa membicarakan koalisi atupun bagi-bagi kursi.
Baca Juga
Menurut Pengamat Politik Rafif Pamenang Imawan, pertemuan itu membuat kelompok radikal kehilangan ruang untuk menggalang dukungan.
Advertisement
"Kelompok anti demokrasi tersudut, usai pertemuan Jokowo-Prabowo," ucap Rafif saat dikonfirmasi, Rabu (17/7/2019).
Dia menuturkan, kelompok radikal selalu mencari celah dalam semua momen politik. Karenanya, momentum kelompok radikal mendapat dukungan sudah hilang usai Prabowo memutuskan bertemu dengan Jokowi.
"Sementara bagi blok kepentingan politik praktis seperti Gerindra sudah selesai masalah pemilu. Namun bagi organisasi radikal, momentumnya telah hilang," ungkap Raffi.
Raffi menyarankan adanya penguatan fungsi hubungan partai politik dengan organisasi masyarakat untuk mencegah eksistensi kelompok radikal di Indonesia. Menurutnya, ormas merupakan simpul dari agregasi politik dalam iklim demokrasi.
"Oleh karenanya perlu untuk memperkuat hubungan antara parpol dan ormas sehingga kanal agregasi politik dapat terkumpul di parpol. Dengan cara ini organisasi antidemokrasi dapat kehilangan ruang gerak," pungkasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Waspada Provokasi
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan, Polri sedang memantau akun-akun media sosial yang menyebarkan kalimat-kalimat provokatif terkait rekonsiliasi antara Presiden Jokowi dengan Prabowo Subianto. Menurut dia, jumlahnya lumayan banyak.
"Di media sosial masih banyak narasi-narasi yang disebarkan oleh akun-akun tertentu dan kini sedang kami mapping. Akun-akun tersebut, kita sudah lihat beberapa kali," kata Dedi di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin, (15/7/2019).
Dedi mengatakan, pihaknya menemukan beberapa tagar-tagar di media sosial twitter yang menyuarakan ketidaksetujuannya dengan rekonsiliasi. Pun demikian di youtube atau facebook.
"Kita juga masih menemukan foto-foto dan, video provokasi," ucap dia.
Saat ini, Tim Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sedang mendalami akun yang provokatif terhadap rekonsiliasi tersebut. Tak menutup kemungkinan akan dilakukan penegakan hukum.
"Kami sedang dalami. Apakah perbuatan dari pemilik akun tersebut memenuhi unsur pidana atau tidak," ujar dia.
Advertisement