Sukses

Digugat Pengamen Cipulir soal Dugaan Salah Tangkap, Ini Kata Polda Metro

Sebelumnya, Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kembali digugat oleh pengamen yang menjadi korban salah tangkap di Cipulir, Kebayoran Lama.

Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta digugat oleh pengamen yang menjadi korban salah tangkap di Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Pihak Polda Metro Jaya menyatakan, penanganan kasus pembunuhan Dicky Maulana di Cipulir Jakarta Selatan pada 2013 telah sesuai prosedur. 

"Polisi telah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut, bukti formil dan materiil telah dipenuhi. Terbukti berkas perkara dinyatakan lengkap oleh jaksa (Jaksa Penuntut Umum/JPU), dan setelah dilakukan sidang tingkat 1 bahwa pelaku dinyatakan bersalah dan divonis," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Kamis (18/7/2019).

Kata Argo, segala permasalahan yang dituduhkan kepada polisi tidaklah tepat. Sebab, polisi telah menyerahkan seluruh barang bukti dan juga para tersangka yakni bocah pengamen kepada Kejaksaan untuk disidangkan.

"Tugas penyidik saat berkas perkara sudah dinyatakan lengkap dan penyerahan tersangka dan barang bukti, polisi sidik dan jaksa menuntut dan hakim menvonis. Jadi proses penyidikan tindak pidana sudah selesai dilakukan," tegas Argo.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kembali digugat oleh pengamen yang menjadi korban salah tangkap di Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Gugatan praperadilan dilayangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 76/pid.pra/2019/PN. Jak.sel.

Pihak pemohon yakni Fikri, Fatahillah, Ucok, dan Pau menuntut ganti rugi materiil dan immateriil dengan total Rp 750 juta. Saat menjadi korban salah tangkap, usia mereka antara 12-17 tahun.

Kuasa hukum pengamen Cipulir yang diwakili LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian menyampaikan dasar pengajuan praperadilan adalah putusan Mahkamah Agung nomor: 131/PK/Pid.sus/2016 yang menyatakan para pemohon tidak bersalah. Menurut pasal 95 ayat (3) dan ayat (4) KUHP mereka berhak mendapatkan ganti rugi.

"Permohonan ganti rugi merupakan cara untuk menebus kerugian akan peradilan sesat yang selama ini pemohon alami," ucap Oky di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Ganti Rugi

Adapun dalam permohonannya, Oky meminta majelis hakim mengabulkan seluruhnya permohonan ganti rugi para pemohon. Kemudian, menyatakan termohon telah salah menerapkan hukum kepada para pemohon. Lalu, menghukum termohon untuk membayar ganti kerugian baik materiil maupun imaterill terhadap para pemohon.

"Masing-masing pemohon mendapatkan kerugian materiil sebesar Rp 165,6 juta. Ditambah kerugian immateriil Rp 20 juta," ujar dia.

Oky menjelaskan, ini kali kedua menguggat Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Sebelumnya, PN Jaksel pernah mengabulkan gugatan ganti rugi kepada dua terdakwa lain yakni Andro dan Nurdin melalui penetapan Nomor 98/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel sejumlah Rp 36 juta.

"Keduanya dipenjara selama 7 bulan. Keduanya turut dituduh bersama mereka ini telah dibebaskan lebih awal oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," ujar dia.

 Kasus ini bermula saat anak-anak pengamen Cipulir yakni Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13), Pau (16)) ditangkap oleh Unit Jatanras Polda Metro Jaya pada Juli 2013 dengan tuduhan membunuh Dicky Maulana, sesama pengamen anak bermotif berebut lapak mengamen pada Minggu 30 Juni 2013. 

Belakangan terbukti bahwa korban bukanlah pengamen, dan mereka bukanlah pembunuh korban. Setelah melalui persidangan berliku dan diwarnai salah putus, mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.

Total, mereka sudah mendekam di penjara selama 3 tahun atas perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan.