Sukses

TNI: Laporan Pengungsi dan Korban Meninggal di Nduga Tidak Masuk Akal

Aidi mengatakan, TNI sudah mengecek langsung di lapangan dan menghimpun keterangan dari beberapa sumber yang berwewenang, di antaranya dinas sosial Kabupaten Nduga dan Sekda Lanny Jaya.

Liputan6.com, Jakarta - Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi mempertanyakan data yang menyebutkan pengungsi di Nduga mencapai jumlah 2.000 orang.

"Terus terang kami TNI tidak mengerti itu data dari mana? Bagaimana cara mendatanya? Di mana titik exact kedudukan pengungsiannya?" kata Aidi dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (21/7/2019).

Aidi mengatakan, sampai saat ini Pemda Nduga belum pernah mengumumkan secara resmi dan secara otentik serta riil tentang jumlah pengungsi Nduga termasuk titik pasti kedudukan pengungsi.

Dia menuturkan, informasi tentang pengungsi Nduga selalu diberitakan oleh pihak-pihak tertentu yang mengaku telah melakukan investigasi secara sepihak dan secara tertutup namun hasilnya diumumkan dengan data yang mengambang dan absurd, bukan data rill atau otentik yang dapat dipertanggung jawabkan.

"Termasuk informasi yang disiarkan oleh berbagai media bahwa telah meninggal dunia 130 orang pengungsi Nduga, ini juga adalah laporan asal bunyi," kata dia.

"Bila ada yang meninggal di mana mayatnya? Mana identitas korbannya? Di mana meninggalnya? Kapan meninggalnya? Dan bagaimana meninggalnya?" imbuh Aidi.

Aidi mengatakan, TNI sudah mengecek langsung di lapangan dan menghimpun keterangan dari beberapa sumber yang berwewenang, di antaranya Dinas Sosial Kabupaten Nduga dan Sekda Lanny Jaya. Mereka menyatakan, informasi tersebut tidak benar dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Belum Ad Data Resmi

Dia menuturkan, saat ini di Wamena Jayawijaya dan di Tiom Lanny Jaya sudah tidak ada lagi pengungsi dari Nduga. Yang ada, kata dia, adalah sebagian masyarakat memilih menetap di tempat yang baru dalam rangka mendampingi anak-anak mereka melanjutkan sekolah di sekolah-sekolah negeri di Wamena maupun di Tiom karena tidak ada lagi guru yang berani kembali ke Nduga untuk mengajar.

"Namun lagi-lagi hingga saat ini belum ada data resmi dan otentik dari Pemda Nduga tentang jumlah warganya yang menetap di Wamena maupun Tiom atau di daerah lain. Dan tidak ada data alamat pasti kedudukan mereka menetap," terang Aidi.

Bahkan, hingga saat ini Pemda Nduga belum memiliki data kependudukan secara otentik. Sebanyak 80 % warga Nduga tidak memiliki KTP dan Kartu Keluarga (KK).

"Hampir seluruh wilayah di Kabupaten Nduga hanya bisa ditempuh dengan pesawat udara, lantas bagaimana caranya mereka mendata penduduknya apalagi mendata mengungsi?" kata Aidi.

Sebelumnya, Tim Solidaritas untuk Nduga, Hipolitus Wangge mengatakan, ada seorang balita asal Nduga yang meninggal karena kelaparan. Anak tersebut tinggal di kamp pengungsian Wamena. Warga terpaksa mengungsi pascaperistiwa penembakan di Nduga, Papua pada akhir tahun lalu.

"Pengungsi yang meninggal di Wamena 129 orang, terakhir pagi ini di Wamena itu ada anak berusia kurang lebih 2 tahun baru meninggal, bulan Juli sendiri ada 3 pengusi internal yang meninggal di Wamena," ujar Hipolitus saat diskusi situasi Nduga, Papua di kantor LBH, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).

Dia menyebut, bocah tersebut baru beberapa hari tiba di Wamena lantaran terjebak lama di hutan karena mengungsi.

"Anak yang 2 tahun ini salah satu penyebab meninggalnya adalah kelaparan, karena dia terperangkap sekian minggu di hutan, bersama orangtuanya, baru beberapa hari terakhir turun ke Wamena," kata Hipolitus.