Sukses

Polisi Tangkap Pengusaha Farmasi Pengedar Obat Paten Palsu

Dalam satu bulan, pendapatan yang diraih dari obat palsu itu bisa mencapai Rp 400Juta

Liputan6.com, Jakarta Obat generik disulap menjadi obat paten, begitulah keahlian yang dimiliki Pimpinan Perusahaan, Farmasi, PT. Jaya Karunia Invesindo, Alfons Fritz Gerald Arief Prayitno.

Untuk membuat obat oplosan itu, Arief lebih dulu menyurvei obat-obatan paten yang laku di pasaran. Seperti obat antibiotik dan obat-obat untuk penyakit dalam. Hasilnya dijadikan rujukan untuk membeli obat generik dalam jumlah yang banyak.

Arief meracik obat generik tersebut hingga mengemasnya menyerupai obat paten. Kasus ini pun diungkap Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri setelah mendapatkan informasi dari perusahaan farmasi.

"Arief memotong rantai pengadaan dan pendistribusian," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Fadil Imran di Mabes Polri, Senin (22/7/2019).

Dalam kasus ini, Fadil mengatakan, pihaknya menangkap Alfons Fritz Gerald Arief Prayitno bersama dengan enam orang anak buahya. Mereka terlibat dalam pembuatan dan pengedaran obat-obatan tiruan dengan harga yang fantastis sejak tiga tahun lalu. 

Sejauh ini, diketahui obat-obatan buatan Alfons dikirimkan ke 197 apotek yang tersebar di seluruh Indonesia. Transaksinya, dalam satu bulan, bisa mencapai Rp 400 juta.

"Saat ini tersangkanya baru satu. Si Alfons. Dia ditengah-tengah distribusi obat resmi, menjual obat yang dikemas ulang itu," ujar dia.

Tersangka dijerat pasal 196 Jo Pasal 98 (ayat 2 dan 3) dan/atau pasal 197 Jo pasal 106 (ayat 1) UU RI No 36/2009 tentang Kesehatan dan/atau Pasal 62 (ayat 1) Jo Pasal 8 (ayat 1) huruf a dan/atau huruf d UU RI No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2 dari 2 halaman

Sudah Kadaluarsa

Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi IV Bidang Penindakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) Teguh mengatakan, pihaknya yang ikut terlibat dalam penangkapan pemalsu obat paten tersebut, melihat obat-obatan yang dipalsukan menjadi obat paten, sudah kadaluarsa.

"Obat-obatan tersebut sebenarnya sudah kadaluarsa namun didaur ulang dan dikemas kembali seakan-akan menjadi baru,” ujar dia.

Menurut dia, kasus tersebut merupakan salah satu modus dalam tindak kejahatan peredaran obat yang masih perlu terus diberantas, termasuk peredaran obat ilegal dan obat aborsi.

“Kami akan terus melakukan pengawasan baik secara konvensional maupun secara daring,” ujar Teguh.