Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan Direktur Utama PT Beton Perkasa, Halim Sentosa dan Direktur PT Mayang Sakti, Zaliansyah Fitriadi. Keduanya akan diperiksa dalam kasus korupsi proyek pembangunan Gedung IPDN di Sulawesi Selatan (Sulsel).
"Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DJ (Dudy Jocom-mantan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Setjen Kemendagri)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (24/7/2019).
KPK saat ini tengah fokus mendalami peran dua korporasi, yakni PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya selaku penggarap proyek pembangunan Gedung IPDN. Kuat dugaan kedua korporasi ini ikut terlibat dalam skandal tersebut.
Advertisement
Tim penyidik juga pernah menggeledah kantor PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya di Jakarta. Dari penggeledahan, penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik.
Belakangan, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen dari staf Keuangan dan Sumber Daya Manusia PT Waskita Karya, Setiadi Pratama dan staf PT Kakanta, Andi Sastrawan yang menjadi pelaksana lapangan proyek IPDN Gowa, Sulawesi Selatan. Dokumen itu diduga berkaitan dengan kasus tersebut.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Negara Rugi Rp 21 Miliar
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Dudy Jocom sebagai tersangka korupsi pembangunan empat kampus IPDN di Sulawesi Selatan dan kampus IPDN di Sulawesi Utara.
Selain Dudy, KPK juga menetapkan dua tersangka lain yakni Kepala Divisi Gedung atau Kepala Divisi I PT Waskita Karya Adi Wibowo dan Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya Dono Purwoko.
KPK menduga Dudy Jocom melalui kenalannya menghubungi beberapa kontraktor untuk menginformasikan adanya proyek IPDN. Selanjutnya, para pihak itu menggelar pertemuan di sebuah kafe di Jakarta.
Dari pertemuan itu, disepakati adanya pembagian proyek. Proyek IPDN di Sulawesi Selatan digarap Waskita Karya sementara PT Adhi Karya menggarap proyek IPDN di Sulawesi Utara. Dudy Jocom Cs diduga meminta fee 7% dari setiap proyek itu. Negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 21 miliar akibat kasus ini.
Advertisement