Sukses

Kisah Ibu dari Pengamen Cipulir yang Diduga Korban Salah Tangkap

Kehidupan ibu dari pengamen Cipulir yang diduga korban salah tangkap ini berubah drastis. Dia tak lagi bisa berdagang. Dia pun tak percaya anaknya tega membunuh. Berikut penuturannya.

Liputan6.com, Jakarta -a Netty Herawati Hutabarat (47) berusaha meyakinkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, jika Arga Putra Samosir alias Ucok adalah anak yang baik. Tak pernah terbesit dalam pikirannya, putranya tersebut tega membunuh orang.

Ya, Ucok merupakan pengamen Cipulir yang diduga menjadi korban salah tangkap. Dia mengajukan gugatan praperadilan atas tudingan membunuh Dicky Maulana di kolong jembatan Cipulir, Juli 2013 lalu.

Sang ibu, Rabu 24 Juli 2019, hadir sebagai saksi dalam sidang gugatan melawan Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta serta Kementerian Keuangan tersebut.

Dia menuturkan, kala itu, Ucok masih berusia 13 tahun. Pada usia remajanya, Ucok merupakan anak penurut.

"Saya pikir tidak mungkin seperti itu (membunuh). Dia saja digertak takut," tutur Netty.

Meski masih sekolah, kata dia, Ucok rela mengamen demi membantu perekonomian keluarga.

"Ucok sehari-hari mampu membawa Rp 50-100 ribu. Dia selalu memberikan uang tersebut ke saya," ujar Netty.

Petaka pun datang ketika anggota Polda Metro Jaya menyambangi kediamannya. Mereka memberitahu Ucok terlibat kasus pembunuhan.

Kehidupan anaknya berubah dratis. Ucok harus putus sekolah. Dia pun tak lagi berjualan sayur.

"Sebelum Ucok masuk penjara, saya dagang sayuran. Setelah masuk (penjara) saya jadi tidak jelas lagi dagangnya," kata Netty.

Meski berat, dia terus mendampingi anaknya menjalani proses hukum hingga dihukum di Lapas Tangerang. Tak sedikit biaya yang harus dikeluarkannya, tapi dia percaya Ucok, pengamen Cipulir itu, anak yang baik.

"Kalau saya besuk saya suka kasih dia (Ucok) duit. Belum ongkos saya mulai dari polda ke Salemba terus ke Tangerang," ujar Netty.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Awal Mula

Kasus ini bermula saat anak-anak pengamen Cipulir yakni Fikri, Fatahillah, Ucok, dan Pau ditangkap oleh Unit Jatanras Polda Metro Jaya pada Juli 2013. Mereka dituduh membunuh sesama pengamen anak bermotif berebut lapak mengamen.

Tanpa bukti yang sah secara hukum, mereka kemudian ditangkap dan dipaksa mengaku dengan cara disiksa selama berada di dalam tahanan kepolisian.

Belakangan terbukti, korban bukanlah pengamen dan mereka bukanlah pembunuh korban.

Setelah melalui persidangan berliku, mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016. Mereka mendekam di penjara selama tiga tahun atas perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan.