Sukses

Cicilan Terrano Akhiri Karier Bupati Kudus?

Suap berawal ketika Bupati Kudus Muhammad Tamzil meminta stafnya mencarikan uang Rp 250 juta untuk pembayaran cicilan mobil.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Kudus Muhammad Tamzil dalam operasi senyap pada Jumat 26 Juli 2019. Berawal dari laporan masyarakat tentang akan terjadinya tindak pidana suap, Tamzil dicokok penyidik KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan.

"Setelah kami tindaklanjuti melalui proses pengumpulan bahan dan keterangan hingga penyelidikan, ditemukan sejumlah bukti awal terjadinya transaksi yang melibatkan penyelenggara negara di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah," ujar Basaria dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019).

Penindakan yang dilakukan tim Satgas KPK dimulai sejak Jumat 26 Juli 2019 sekitar pukul 09.30 WIB. Tim Satgas melihat Ajudan Bupati Kudus bernama Norman alias NOM yang keluar dari ruang kerja Tamzil sambil membawa sebuah tas.

"Tim pun mengamankan NOM dan UWS (Uka Wisnu, ajudan Tamzil) di Pendopo Kabupaten Kudus pada pukul 09.36 WIB," kata Basaria.

Tim kemudian membawa keduanya ke ruang kerja Staf Khusus Bupati Agus Soeranto di Pendopo. Bersamaan itu pula tim mengamankan Agus di rumah dinasnya yang berdekatan dengan ruang kerjanya di Pendopo sekitar pukul 10.10 WIB dan menemukan uang sejumlah Rp 170 juta.

Kemudian, sekitar pukul 10.15 WIB tim mengamankan Tamzil di ruang kerja Bupati. Tim juga melakukan penangkapan terhadap CW yang merupakan Calon Kepala DPPKAD dan SB yang merupakan staf DPPKAD Kabupaten Kudus secara terpisah pada pukul 12.00 WIB.

Setelah itu, tim kemudian bergerak menangkap pelaksana tugas Sekretaris DPPKAD Akhmad Sofyan di rumahnya sekitar pukul 19.00 WIB. Kemudian dilakukan pemeriksaan awal terhadap 7 orang yang diamankan di Polda Jawa Tengah dan Polres Kudus.

Ketujuh orang yang diamankan tersebut kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta pada Sabtu (27/7/2019) pagi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Usai memeriksa ketujuh orang itu, KPK kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Yakni Bupati Kudus Tamzil, pelaksana tugas Sekretaris Dinas Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Akhmad Sofyan dan Staf Khusus Bupati Kudus Agus Soeranto.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Cicilan Berbuah Suap

Muhammad Tamzil dijerat KPK dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Kudus tahun anggaran 2019. Dia menerima suap sebesar Rp 250 juta dari pelaksana tugas Sekretaris Dinas Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Akhmad Sofyan melalui Staf Khusus Bupati Kudus Agus Soeranto.

Basaria mengatakan, awalnya Bupati Tamzil meminta stafsus untuk mencarikan uang Rp 250 juta untuk pembayaran cicilan mobil Nissan Terrano miliknya. Stafsus pun berkoordinasi dengan Ajudan Bupati Kudus yang lain yakni Uka Wisnu Sejati terkait siapa yang akan dimintai uang.

Kebetulan, pada saat bersamaan Pemkab Kudus tengah membuka lowongan untuk mengisi jabatan di eselon dua. Kemudian ajudan bupati teringat bahwa Akhmad Sofyan sempat meminta kepada dirinya agar membantu kariernya. Ajudan pun menemui Akhmad Sofyan dan menerangkan bahwa Bupati Tamzil tengah butuh uang Rp 250 juta.

"Pada saat itu AHS (Akhmad Sofyan) menyatakan tidak sanggup untuk menyediakan Rp 250 juta," kata Basaria.

Namun tak berselang lama, Akhmad Sofyan pun menemui ajudan bupati. Pada tanggal 26 Juli 2019, sekitar pukul 06.00 WIB, Akhmad Sofyan membawa uang Rp 250 juta ke rumah ajudan bupati.

Sang ajudan langsung membawa masuk uang tersebut dan mengambil Rp 25 juta yang dianggap sebagai jatahnya. Sisa uang kemudian dibawa ajudan bupati dan diserahkan pada stafsus bupati di Pendopo Kabupaten Kudus.

"ATO (stafsus) keluar membawa tas berisi uang dan menitipkan uang di dalam tas kepada ajudan bupati lainnya (NOM), disaksikan oleh UWS," kata Basaria.

Sang ajudan langsung membawa masuk uang tersebut dan mengambil Rp 25 juta yang dianggap sebagai jatahnya. Sisa uang kemudian dibawa ajudan bupati dan diserahkan pada stafsus bupati di Pendopo Kabupaten Kudus.

"ATO (stafsus) keluar membawa tas berisi uang dan menitipkan uang di dalam tas kepada ajudan bupati lainnya (NOM), disaksikan oleh UWS," kata Basaria.

Dalam kasus ini, KPK menjerat tiga tersangka. Bupati Kudus Muhammad Tamzil, pelaksana tugas Sekretaris Dinas Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Akhmad Sofyan melalui Staf Khusus Bupati Kudus Agus Soeranto.

Sebagai pihak yang diduga sebagai penerima suap, Tamzil dan Agus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11‎ Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga sebagai pemberi suap, Akhmad Sofyan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

 

3 dari 3 halaman

Bupati yang Residivis

Ini merupakan kali kedua Tamzil terjerat kasus korupsi. Tamzil yang juga Bupati Kudus periode 2003-2008 pernah terjerat kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasaran pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004-2005.

Tamzil ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus pada September 2014. Saat berpekara, Tamzil menjabat staf di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa Tengah.

Saat itu, Tamzil diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama mantan Kadispora Kudus Ruslin dan Direktur PT Ghani & Son Abdul Ghani. Pada Februari 2016, Tamzil divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Semarang dan dijatuhi hukuman 22 bulan penjara denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyebut, tak menutup kemungkinan nanti jaksa pada KPK menuntutkan hukuman mati untuk Bupati Kudus Tamzil.

"Ini sebenarnya sudah dibicarakan pada saat ekspos karena kalau sudah berulang kali (korupsi) bisa nanti tuntutannya sampai dengan hukuman mati," ujar Basaria di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengingatkan partai politik (parpol) tak mendukung calon kepala daerah yang pernah terjerat kasus korupsi.

"Kami harap juga parpol tidak mendukung atau tidak membawa (mengusung) seseorang yang pernah terjerat tindak pidana korupsi," ujar Basaria di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019).

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat (26/7) merupakan orang yang nekat karena kepala daerah selama ini diawasi oleh delapan institusi.

"Kalau hari ini ada yang korupsi itu keberaniannya sudah melebihi yang lain karena sudah diawasi delapan institusi dan masyarakat terbuka, tetapi ini masih jalan maka nyalinya dahsyat, luar biasa. Saya ingin mengatakan ini orang nekat dan cenderung ndableg," kata Ganjar di Wonosobo, Sabtu (27/7/2019).

Dia menuturkan, setiap dirinya melantik kepala daerah selalu menyampaikan jaga integritas, kerja sama dengan KPK, LHKPN didorong, kepala daerah dari awal pelatihan anti korupsi di KPK.

"Namun ternyata sikap individu dan pikiran termasuk mindset di masing-masing ternyata sulit, maka kalau semua sudah sulit dikasih tahu, dilatih tidak bisa, OTT memang menjadi obat mujarab," kata Ganjar seperti dikutip Antara.

Dia mengatakan, tahun awal dirinya menjabat gubernur, pernah mengusulkan mestinya ada perwakilan KPK di daerah dan Jateng siap memfasilitasi minimal untuk proses pencegahan dan koordinasi supervisi pencegahan yang dilakukan dari awal-awal pemerintahan.

"Kudus bagian yang saya ingatkan betul karena Kudus ini unik, bupati Kudus terpilih pernah mengalami hal yang serupa. Kalau begini kan jadi residivis," pungkas Ganjar.

Jadi, akankah akhir karier Bupati Kudus akan dicatat karena permintaan uang untuk cicilan mobil?