Sukses

Berkas Tak Lengkap, Sidang Gugatan Polusi Udara Jakarta Ditunda

Hakim Saifudin meminta, kepada seluruh pihak baik penggugat maupun tergugat untuk melengkapi berkas gugatan.

Liputan6.com, Jakarta - Sidang gugatan perdata atas polusi udara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditunda. Majelis Hakim Saifudin Zuhri mengatakan, sidang ditunda hingga 3 minggu ke depan.

Hakim Saifudin meminta, kepada seluruh pihak baik penggugat maupun tergugat untuk melengkapi berkas gugatan.

"Karena kurangnya formalitas maka sidang kita tunda 3 minggu. Jadi kembali sidang pada 22 Agustus," ujar Saifudin, Kamis (1/7/2019).

Selain belum lengkapnya berkas gugatan, penundaan juga dilakukan karena perwakilan dari masing-masing tergugat tidak hadir dalam sidang. Satu di antaranya perwakilan dari Gubernur Banten.

Sebelumnya, Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam tim advokasi gerakan Ibu Kota mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kedatangan mereka untuk menghadiri sidang perdana gugatan perdata atas polusi udara di Jakarta.

Seorang penggungat, Melanie Soebono mengatakan, segala berkas gugatan sudah dipersiapkan secara matang.

Ia meyakini, upaya jalur hukum dengan menggugat pemerintah sudah tepat. Pegiat sosial itu menuntut pemerintah menjamin warganya mendapatkan hak dasar sebagai manusia, yakni udara bersih untuk bernafas.

"Enggak ada yang lebih mendasar dari semua isu kemanusiaan dari kita, bernafas. Data kita sudah cukup baik dan lengkap dan jelas kita lihat saja," ujar Melanie, Kamis (1/8/2019).

Melanie mengingatkan, agar pemerintah tidak abai terhadap kualitas hidup warganya. Sebab, kualitas udara di Jakarta sudah tidak sehat, bahkan menimbulkan gangguan kesehatan jika hal ini terus dibiarkan.

"Agar pemerintah menyadari bahwa dia perlu masyarakat yang hidup bukan yang mati, jadi kita hidup perlu bernafas, biarkan kita bernafas," ucapnya.

Senada dengan Melanie, Nelson Nikodemus mengatakan, dampak buruk kualitas udara ibu kota sudah terlihat. Setidaknya 58,3 persen warga Jakarta menderita berbagai penyakit yang diakibatkan polusi udara.

"Tren ini terus meningkat setiap tahun-tahun yang menelan biaya pengobatan setidaknya Rp 51,2 triliun," kata Nelson.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Gugat Presiden, Menteri, dan 3 Gubernur

 

Sementara itu gugatan perdata ini tercandumg dalam nomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt.Pst. Mengutip dari laman Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ada enam poin petitum atau tuntutan para penggugat kepada majelis hakim.

Pertama, mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Ketiga, menyatakan bahwa para tergugat terbukti melanggar hak asasi manusia, dalam hal ini lalai pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Keempat, menghukum tergugat I (Presiden Joko Widodo) untuk menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang di dalamnya mengatur perihal pengendalian pencemaran udara lintas batas provinsi, mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kelima, menghukum tergugat II (Menteri LHK, Siti Nurbaya) untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Keenam, menghukum tergugat III (Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek) untuk melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja pemerintah daerah untuk tergugat V (Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan), turut tergugat I dan turut tergugat II dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren dalam bidang lingkungan hidup, khususnya terhadap pengendalian pencemaran udara.

 

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com