Liputan6.com, Jakarta - Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail mempertanyakan dasar keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memasukkan kliennya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Menurut Maqdir, keputusan KPK itu menyimpang dari putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).
"Keputusan KPK tidaklah masuk akal, karena MA telah memutuskan bahwa tindakan penerbitan surat keterangan lunas (SKL) oleh Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) bukan merupakan perbuatan pidana," ujar Maqdir Ismail saat dikonfirmasi, Minggu (4/8/2018).
Baca Juga
Ia mengatakan, apabila Syafruddin dianggap tidak melakukan tindak pidana oleh MA, bagaimana mungkin Sjamsul Nursalim yang dikatakan bersama-sama dalam dakwaan dan putusan Pengadilan Tipikor terhadap Syafruddin bisa dianggap melakukan tindak pidana.
Advertisement
"KPK hingga kini belum bisa menjelaskan hal ini. Oleh karenanya, penetapan Sjamsul sebagai buronan merupakan suatu penyalahgunaan wewenang oleh KPK. Seharusnya komisioner KPK yang sudah mau berakhir masa jabatannya ini tidak menyandera pimpinan KPK yang akan datang," kata Maqdir.
Sebelum diputus bebas oleh MA, Pengadilan Tipikor memvonis Syafruddin 12 tahun penjara, dan Pengadilan Tinggi menghukum 15 tahun penjara terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu. Pengadilan Tipikor dan PT DKI sepakat perbuatan Syafruddin merugikan negara Rp 4.58 trilun lantaran menerbitkan SKL Bantuan Likuiditas BAnk Indonesia (BLBI) terhadap BDNI milik Sjamsul.
Dasar Hukum
Maqdir juga mempertanyakan dasar hukum KPK dalam penetapan DPO tersebut. Menurut Maqdir, penetapan DPO hanya bisa diberikan kepada mereka yang melarikan diri dari hukum.
"KPK sama sekali tidak memiliki dasar hukum apapun untuk menetapkan Sjamsul sebagai buronan. Sedangkan SN tidak perlu melarikan diri dari apapun, karena Sjamsul tidak memiliki masalah dengan hukum,” kata Maqdir.
KPK sebelumnya telah menetapkan Sjamsul Nursalim sebagai DPO. Hal itu dikonfirmasi Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat ditanya mengenai status Sjamsul.
"Iya DPO, iya," kata Saut di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 2 Agustus 2018.
Advertisement