Sukses

Kamis Duka, Perginya Si Burung Merak WS Rendra Satu Dekade Lalu

WS Rendra, penyair yang dijuluki Si Burung Merak itu meninggal di RS Mitra Keluarga, Depok, Jawa Barat, sekitar pukul 22.20 WIB.

Liputan6.com, Jakarta - Kamis 6 Agustus 2009 menjadi hari duka bagi seniman Indonesia. Tepat hari ini, 10 tahun lalu, seniman kenamaan Indonesia Willibrordus Surendra Broto Rendra atau akrab disapa WS Rendra wafat. Penyair yang dijuluki "Si Burung Merak" itu meninggal di RS Mitra Keluarga, Depok, Jawa Barat, sekitar pukul 22.20 WIB.

Pria kelahiran Solo, 1935 itu tutup usia lantaran penyakit gagal ginjal dan jantung. Sebelumnya dia sempat dirawat di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta Barat. Namun, pihak rumah sakit merujuknya ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading Jakarta Utara.

Rendra sempat dipulangkan pihak rumah sakit karena tidak ada kemajuan dan disarankan untuk rawat jalan.

Meninggalnya Rendra meninggalkan kesedihan bagi keluarganya. Suasana RS Mitra Keluarga mengharukan. Salah satu putri Rendra, Clara Sinta tak henti-hentinya menitikkan air mata saat mengiringi jenazah ayahnya. Clara mengaku shock atas kematian Rendra. 

WS Rendra dimakamkan di Bengkel Teater Rendra di Citayam, Depok pada Jumat 7 Agustus setelah salat Jumat. Sejumlah tokoh berdatangan antara lain, mantan Menteri Sekretaris Negara Moerdino, artis Widyawati, dan mantan Anggota KPU Mulyana W Kusumah. Terlihat pula, aktivis 74 Hariman Siregar melayat.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Budayawan Sukses

Rendra merupakan sastrawan besar yang dimiliki Indonesia. Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika dia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya.

Puisi pertamanya dipublikasikan pada 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu.

Orang-Orang di Tikungan Jalan adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya.

Rendra sering menulis cerpen dan esei yang dimuat di berbagai majalah seperti, Mimbar Indonesia, Siasat, Kisah, Basis, dan Budaya Jaya.

Sepulang dari Amerika Serikat, Rendra semakin menampakkan warnanya. Dalam nada terbuka, mudah dicerna, dan agak diwarnai urakan, ia menulis sajak-sajak seperti Rick dari Corona. Pada periode 70-an, Rendra sering diundang membaca sajak di pojok-pojok kampus.