Liputan6.com, Jakarta - Senin 12 Agustus 2013, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara bersiap untuk membacakan putusan. Sementara, terdakwa Roki Aprisdianto (31) alias Abu Ibrahim, alias Atok, alias Heru Cokro terlihat santai dan siap mendengarkan takdir dirinya. Di luar ruang sidang, puluhan personel polisi dan Detasemen Khusus 88 Antiteror terlihat bersiaga.
Palu hakim akhirnya diketok. Roki divonis hukuman penjara selama 9 tahun. Hakim menyatakan Roki bersalah berdasarkan Pasal 15 juncto 9 UU 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Baca Juga
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Roki Aspridianto alias Atok dengan pidana penjara selama 9 tahun," kata Ketua Majelis Hakim I Gede Komang Adynata.
Advertisement
Menurut majelis hakim, Roki diberatkan atas perbuatan yang tidak mendukung pemberantasan terorisme. Selain itu, Roki sudah membuat keresahan karena kabur dari tahanan.
"Yang meringankan, Roki mengakui dan menyesali perbuatannya dalam persidangan," tambah hakim Gede.
Roki bukanlah teroris dari kelompok elite yang kerap menjadi bahan perbincangan publik. Namun, namanya menjadi besar setelah menjadi satu-satunya teroris yang berhasil kabur dari tahanan. Aksi dia melarikan diri dari ruang tahanan dengan menyamar mengenakan cadar membuat cerita pelarian Roki makin menarik untuk disimak.
Padahal, saat melarikan diri itu status Roki adalah terpidana teroris kasus teror bom di Klaten, Jawa Tengah pada 2010. Pria kelahiran Surakarta ini kabur dari tahanan setelah hampir menjalani masa tahanan selama 2 tahun usai divonis hukuman 6 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis 8 Desember 2011.
Kehebohan itu terjadi pada Selasa siang 6 November 2012, sekitar pukul 12.00 WIB. Sebanyak 23 wanita bercadar mengunjungi tahanan di Polda Metro Jaya. Biasanya pengunjung hanya diminta menyerahkan KTP. Tak ada pemeriksaan fisik penjenguk bercadar. Kelemahan itu dimanfaatkan Roki.
"Ada yang menjenguk dengan memakai pakaian cadar, informasinya yang bersangkutan melarikan diri dengan pakaian tersebut," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar di Jakarta, Rabu 7 November 2012.
Menurut Boy, Roki saat itu berada dalam tahanan di lantai 4, Polda Metro Jaya. Ia adalah tahanan titipan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menunggu untuk dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Ia ditahan bersama kelompoknya yang terkait dengan teror bom di beberapa tempat di Klaten pada November hingga Desember 2010.
"Saat ini dilakukan pemeriksaan petugas, yang ada di sana kemarin. Dia dengan menggunakan cadar dapat mengelabuhi petugas, ini sedang diperiksa," pungkas Boy.
Petualangan Roki di luar penjara tak berlangsung lama. Senin malam 10 Desember 2012 atau sebulan lebih usai pelarian itu, tim Densus 88 Antiteror Polri menangkap Roki di Madiun, Jatim.
"Ia ditangkap saat perjalanan dari Surabaya ke Solo dengan menumpang bus umum," jelas Brigjen Boy Rafli Amar, Selasa 11 November 2012.
Di Indonesia, kaburnya terpidana teroris ini baru pertama terjadi. Dalam jangka panjang, kaburnya Roki menjadi catatan, bahwa semua narapidana harus langsung ditempatkan di lembaga pemasyarakatan (lapas), bukan dititipkan di rumah tahanan polisi setelah divonis pengadilan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Piawai Merekrut Anggota
Roki Aprisdianto bukanlah sosok teroris yang bisa membuat takut kala namanya disebut. Dia bukankah teroris yang dikenal garang, kejam atau nekat sebagaimana pelaku sejumlah serangan bom yang melambungkan sejumlah nama. Sebut saja Imam Samudra, Noordin M Top atau Azahari. Roki masih jauh dari level mereka di dunia terorisme.
Namun, kemampuan dasar Roki alias Atok dalam rekrutmen anggota, manajemen personel, menjalin relasi sel antarkota, dan merancang operasi diakui banyak pihak. Roki antara lain piawai merekrut sejumlah pelajar SMK di Klaten, Jawa Tengah, dan memimpin tim operasi pembunuhan mendadak, bernama Ightiyalat.
Ia juga mengutus anggotanya belajar merakit bom pada murid Azahari, perakit bom Bali I (2002), Marriott I, Kuningan, dan bom Bali II. Tak hanya belajar bom, tim Roki kemudian juga mengajarkan teknik merakit bom pada komunitas di luar Klaten, bernama tim Hisbah di Solo, pimpinan Sigit Qurdowi.
Roki sendiri sebenarnya juga sosok yang militan. Sejak SMP, ia direkrut DI/NII. Dia keluar dari DI karena dana infaknya dikorup para petinggi DI.
Roki mulai jadi incaran aparat karena merencanakan peledakan sejumlah bom di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, sejak Desember 2009 hingga Januari 2011. Roki dianggap mendalangi aksi teror tersebut. Keterlibatan para terdakwa bermula dari pengajian di Masjid Muhajirin, Klaten, pada 2008.
Selang beberapa waktu kemudian, Roki mengumpulkan kelima terdakwa lain di Masjid Tarbiyah, Sukoharjo. Di sanalah ia mendoktrin arti penting jihad dengan cara amaliat ightalayat, yakni menyerang serta membunuh orang kafir serta orang yang tunduk pada hukum pemerintah Republik Indonesia.
Sejak saat itu, Roki mendaulat dirinya sebagai Amir, pimpinan utama tim ightyalat, dan membentuk struktur organisasi. Ia pun mewajibkan setiap anggotanya mengikuti pelatihan fisik dan memfasilitasi sebagian anggota tim keahlian merakit bom melalui Irfan, murid Neril, alias Soghir, yang merupakan murid langsung (alm) Azhari.
Roki sendiri ditangkap oleh Densus 88 Antiteror pada 25 Agustus 2011 di Dukuh, Tegal Baru Raya, RT 03 RW 07 Desa Waru, Kecamatan Baki, Sukoharjo.
Advertisement