Liputan6.com, Jakarta Tradisi potong rambut gimbal yang selalu dikenal hanyalah di dataran tinggi Dieng sebenarnya juga cukup lazim di wilayah Temanggung. Bahkah menyebar hampir merata mulai daerah barat di lereng sumbing dan sindoro hingga daerah timur di lereng gunung ungaran wilayah kecamatan kaloran. Uniknya lagi tradisi ini dijalankan juga oleh umat Buddha yang berada di Desa Tleter Kecamatan Kaloran.
Masuknya agama Buddha di Wilayah Kaloran tidak jauh berbeda dengan agama Buddha daerah lain di Temanggung yaitu setelah “kebangkitan” kembali agama Buddha pada tahun 1966. Meskipun telah memegang ajaran Buddha sebagai jalan hidup, masyarakat Tleter tetap menjalankan tradisi leluhur, seperti sadranan (ziarah kubur), sedekah desa, dan yang paling menarik adalah upacara potong rambut gimbal (gombakan).
Baca Juga
Penduduk Desa Tleter yang beragam dari berbagai agama merupakan keunikan lain dari penyelenggaraan tradisi ini. Karena akan ada doa dari 3 Agama yang di panjatkan secara bergantian sebelum prosesi cukur rambut. Akan tetapi yang mencukur rambut tergantung dari pemuka agama dari agama yang dianut sang anak berambut gombak. Kebetulan dalam hal ini Buddha maka sang pemuka agama Buddhalah yang melakukan prosesi ini dan begitupun sebaliknya.
Advertisement
Setelah prosesi selesai, dilanjukan dengan makan bersama seluruh warga yang hadir dan di dalam satu ruangan atau tenda tanpa membedakan Agama. Adapun doa yang dipanjatkan pun akan bergantian antar pemuka agama.
Anak berambut gombak adalah anak yang istimewa. Biasanya pada saat anak lahir, rambutnya pernah dipotong tapi si anak rewel, sakit-sakitan, atau memang ada anak yang sengaja sejak lahir tidak dipotong hingga umur 2 tahun untuk perempuan dan 3 tahun untuk laki-laki. Tapi ada juga yang dari lahir memang tidak dipotong hingga sang anak yang meminta untuk di potong.
Tradisi cukur rambut merupakan sebuah harapan dari orangtua supaya anaknya lepas dari halangan dalam menjalani hidup.
(*)