Liputan6.com, Jakarta - Tak ada firasat kalau perjalanan puluhan jemaat Gereja Bethel Indonesia Rahmat Emmanuel Ministries (GBI REM) Kelapa Gading, Jakarta Utara ke Cipanas, Bogor, Jawa Barat untuk beribadah akan berakhir duka. Padahal, kegiatan yang mereka gelar sejak kedatangan pada Minggu 18 Agustus 2013 berlangsung khusyuk dan berkesan. Namun, saat perjalanan pulang semuanya berubah.
Cerita duka itu berawal pada Rabu 21 Agustus 2013. Sekitar pukul 08.00 WIB, rombongan jemaat berangkat menuju Jakarta. Menurut keterangan seorang jemaat, bus yang digunakan untuk kembali ke Jakarta berbeda dari yang digunakan untuk berangkat menuju Cipanas. Bus yang digunakan untuk pulang ke Jakarta adalah bus Giri Indah dengan nomor polisi B-7297-BI.
Baca Juga
Ada sekitar 50 penumpang dan tiga awak bus Giri Indah yang memenuhi bus tersebut. Perjalanan masih terasa menyenangkan hingga bus memasuki kawasan Gunung Mas. Ketika itu, penumpang merasakan bus melaju lebih cepat dari biasanya.
Advertisement
Memasuki Desa Tugu Utara di Kecamatan Cisarua atau ruas Jalan Raya Puncak Bogor Kilometer 86, pada pukul 08.30 WIB, bus menabrak mobil bak barang muatan terbuka Suzuki Carry bernomor polisi F 8237 FK yang sedang berhenti di jalur berlawanan.
Bus dan mobil Suzuki itu kemudian terseret dan ikut masuk sungai setinggi kurang lebih 15 meter dari jalan raya. Bahkan, sebelum terjun masuk sungai, bus nahas tersebut juga sempat menabrak sebuah toko material. Posisi bus saat berada di dasar sungai, roda berada di atas.
Kecelakaan tersebut merenggut nyawa 14 orang di lokasi kejadian. Sementara itu, enam orang lainnya meninggal dunia di rumah sakit. Sebanyak 20 korban meninggal itu terdiri dari 18 penumpang bus, seorang awak bus, serta seorang warga setempat.
Usai kejadian, Polres Bogor menahan sopir bus Giri Indah bernama Muhamad Amin (49 tahun). Setelah diselidiki, terdapat beberapa penjelasan terkait kondisi bus tersebut.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat Dedi Taufik menjelaskan, bus maut itu ternyata menyalahi aturan trayek. Karena bus tersebut tidak seharusnya digunakan sebagai bus pariwisata.
"Bus ini adalah AKAP (Antar Kota Antar Provinsi), dengan trayek Cikarang-Tangerang. Tapi dia pakai ke sini. Seharusnya tidak boleh dipakai untuk pariwisata ini sudah jelas ada trayeknya. Kalau dipakai untuk pariwisata maka seharusnya pakai bus pariwisata," kata Dedi di lokasi kejadian.
Oleh karena itu, Dedi menjelaskan, yang sudah pasti harus bertanggung jawab adalah pengusaha Bus PO Giri Indah yang telah memberikan izin untuk bus tersebut digunakan dalam pariwisata.
"Dan pengusaha harus bertanggung jawab akibat digunakannya Bus ini. Dan kalau dari lihat kasat mata bahwa dilihat dari sisi ban itu sudah kelihatan di ban belakangnya bahwa ban tersebut sudah tipis dan tidak layak jalan," tegas Dedi.
Direktur Keselamatan Angkutan Darat, Kementerian Perhubungan Hotma Simajuntak mengatakan, seharusnya perusahaan yang mengoperasikan bus itu melakukan uji kir setidaknya sekali dalam enam bulan. Sementara bus Giri Indah nahas itu sudah tujuh tahun tidak menjalani uji kir atau kelayakan kendaraan.
"Ternyata, bus Giri Indah yang perusahaannya ada di Jakarta, buku ujinya itu sejak tahun 2005 sudah mati. Seharusnya uji kir kendaraan ini dilakukan enam bulan sekali di Dinas Perhubungan DKI Jakarta," kata Hotma.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Lokasi Dikenal Angker
Lokasi kecelakaan bus Giri Indah bernopol B 7297 BI ternyata menyimpan cerita tersendiri tentang keangkeran kawasan itu pada era 80' hingga 90-an. Lantaran, ada batu keramat yang dipercaya oleh warga Desa Tugu, Cisarua, Bogor sebagai lokasi yang ditakuti dan tak sedikit kendaraan menjadi tumbal kecelakaan.
Sutriana, warga Desa Tugu, Cisarua, Bogor yang tinggal di lokasi tersebut sejak kecil menceritakan, batu kramat itu dipercaya menjadi lokasi yang membuat kendaraan yang melintasinya mengalami kecelakaan.
"Kalau dulu itu ada batu besar di daerah situ dan memang agak angker," kata Sutriana yang tinggal tak jauh dari lokasi kecelakaan bus Giri Indah di Jalan Raya Puncak KM 90 Tugu Utara, Cisarua, Bogor.
Namun, dia menjelaskan setelah batu keramat itu dibongkar oleh warga sekitar 20 tahun lalu, keangkeran daerah tersebut sudah mulai berangsur hilang. Dan hanya sedikit kendaraan yang mengalami kecelakaan di daerah tersebut.
Akan tetapi, setelah 20 tahun lamanya dari kecelakaan besar itu, baru sekarang ada lagi kecelakaan yang merengut banyak korban jiwa.
"Batu itu dibongkar dan nggak angker lagi saat ini. Tapi baru kali ini ada kejadian besar lagi yang korbannya sebanyak 20 orang termasuk saudara saya sendiri," tutur Sutriana.
Keangkeran tersebut juga dibenarkan oleh Heriadi yang juga warga Desa Tugu. Menurut Heriadi, lokasi kejadian tersebut memang agak angker. Bahkan, meski batu yang diduga menjadi batu kramat itu dibongkar tetapi ada saja kecelakaan yang terjadi.
Entah masih beraroma mistis atau karena kondisi jalan yang turunan dan berkelok, kecelakaan masih saja kerap terjadi di lokasi tersebut.
"Dari dulu juga sering jatuh ke sini, jadi memang daerah sini agak angker karena ini jalanan turunan lurus dan langsung berkelok," ungkap Heriadi.
Terlepas angker atau tidaknya lokasi itu, yang jelas sopir bus maut itu diganjar hukuman penjara 12 tahun oleh Majelis Hakim Pengadian Negeri (PN) Cibinong, Kamis (6/2/2014). Vonis ini lebih rendah tiga tahun dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut hukuman 15 tahun.
"Atas kelalaiannya itu terdakwa dijatuhi hukuman penjara 12 tahun, selain itu mencabut SIM B1 dan B2 atas nama terdakwa," ujar majelis hakim.
Mendengar vonis itu, terdakwa Muhaman Amin bin Suhari tertunduk lemas. Dia kemudian menyalami majelis hakim dan jaksa yang kemudian mengawalnya kembali ke sel PN Cibinong sebelum dibawa ke Lapas Pondok Rajeg.
Advertisement