Sukses

Respons Wacana Amandemen UUD, Jokowi: Lah Wong Saya Dipilih Rakyat

Jokowi menegaskan dirinya tidak setuju rencana perubahan undang-undang dasar.

Liputan6.com, Jakarta Berembus kabar Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR periode mendatang akan menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara atau GBHN melalui amandemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945. Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun bereaksi terkait wacana tersebut.

Jokowi menegaskan dirinya tidak setuju dengan rencana perubahan undang-undang dasar.

"Lah, wong saya dipilih rakyat, kenapa nanti ada presiden yang dipilih MPR?" ujar Jokowi saat bertemu dengan pimpinan media massa nasional di Istana Negara, Jakarta, Rabu (14/8/2019).

Kemarin, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan sepakat untuk menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan amandemen UUD 1945. Namun menurut dia, hal tersebut harus dikaji kembali efek dari menghidupkan kembali GBHN, khususnya kewenangan MPR.

"Itu semua setuju, ada suatu garis besar yang disetujui oleh instansi lembaga negara. Cuma memang efeknya yang harus dikaji ulang. Apakah itu membuat MPR menjadi lembaga tertinggi lagi? Tentu ini akan dikaji DPR, karena MPR itu membawahi DPR lagi," kata JK di kantornya, Jalan Merdeka Utara, Selasa (13/8/2019).

JK menjelaskan, GBHN penting agar membuat perencanaan jangka panjang atau jangka menengah 5 tahunan. Dia juga menjelaskan pemerintah saat ini sudah memiliki dasar Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

"Sekali lagi kita ada RPJM. UU juga. Mengikat juga. Cuma itu berasal dari pada hasil kampanye presiden," ungkap JK.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Yasonna Sebut Semua Parpol Mendukung

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menilai GBHN diperlukan agar pembangunan di Indonesia tidak terputus. Tjahjo menyebut GBHN juga diperlukan agar presiden memenuhi janji-janji kampanye.

Dia menjelaskan, negara yang besar memerlukan perencanaan jangka panjang. Saat pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto, perencanaan jangka panjang dijabarkan dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita).

"Dengan sistem pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat, janji kampanye seorang presiden menjadi program perencanaan. Bisa 5 tahunan atau 10 tahunan. Jangan sampai terputus kesinambungan dan perencanaan jangka panjang, ya perlu GBHN," jelas Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 12 Agustus 2019.

Dia memastikan, GBHN berbeda dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dalam GBHN, akan dijabarkan program prioritas pemerintah.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut partai politik di DPR sepakat menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan amandemen UUD 1945. Menurut dia, penghidupan kembali GBHN sudah lama dibahas bersama oleh badan pengkajian di MPR dan partai politik.

"Sebelumnya partai-partai pada umumnya sudah sepakat GBHN dalam konsep amandemen terbatas. Ini harus perlu dikoreksi tidak ada keinginan macam-macam soal itu," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 12 Agustus 2019.

Ketua DPP PDIP Bidang Hukum itu tak ingin isu GBHN menjadi liar. Yasonna menjelaskan rencana penghidupan GBHN yang digulirkan partainya itu agar pembangunan di Indonesia menjadi lebih terarah.

"Ya soal hanya sekedar mengajukan supaya ada arah pembangunan bangsa yang jelas saja dibuat GBHN. Itu saja, enggak ada macam-macam lain. Jadi ini menjadi liar ke mana-mana," jelas dia.