Liputan6.com, Jakarta - Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko menggelar rapat bersama tim Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dari pemerintah di Kantornya, Jakarta Pusat. Dalam rapat tersebut, Moeldoko memberi waktu tenggat hingga akhir Agustus 2019 untuk merampungkan pembahasan RUU KUHP.
Dalam rapat paripurna, DPR telah sepakat memperpanjang pembahasan rancangan beleid tentang RUU KUHP. Proses RKUHP telah memasuki tahap konsinyering atau menerima masukan dari pihak terkait pada 25 hingga 26 Juni 2019.
Baca Juga
"Ya memang waktunya sangat sempit, mendesak. Sampai reses ini. Tapi tadi kita mencoba untuk membuat timeline, 26 Agustus ini mudah-mudahan bisa beres ya. Komunikasi dengan DPR akan lebih intensif," kata Moeldoko di Kantornya, Jakarta Pusat, Rabu 14 Agustus 2019.
Advertisement
Di tempat yang sama, salah satu tim RUU KUHP, Edward Omar Sharif Hiariej optimistis DPR akan mengesahkan rancangan undang-undang itu pada September 2019. Dia menjelaskan, pihaknya hanya memiliki waktu 25 hari.
"Karena kita punya waktu hanya tinggal 25 hari, untuk 2 kali tim perumus, sekali di panja, sekali di paripurna. Kami dan DPR optimistis pertengahan September bisa disahkan di DPR," kata Edward.
Dia menjelaskan ada tiga isu krusial yang sedang dibahas, yaitu terkait penghinaan terhadap presiden, terkait persoalan kejahatan terhadap kesusilaan, dan terkait tindak pidana khusus.
"Dikatakan Pak Moeldoko bahwa ingat pengesahan KUHP ini bukan hanya legacy bagi pemerintah, tapi juga bagi parlemen. Kami selama dari beberapa waktu terakhir itu, bekerja sama dengan teman-teman Komisi III itu sangat welcome, sangat terbuka untuk menerima masukan. Oleh karena itu ini sudah menurun. Dulu kan awalnya ada tujuh isu yang jadi pembahasan alot," ungkap Edward.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
7 Isu Krusial
Diketahui sebelumnya Anggota Panitia Kerja (Panja) Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) DPR RI Arsul Sani mengatakan proses RKUHP telah memasuki tahap konsinyering atau menerima masukan dari pihak terkait pada 25 hingga 26 Juni 2019.
Menurutnya, sebanyak tujuh isu krusial dalam revisi KUHP rencananya akan dibahas oleh panitia kerja (panja) pada Juli 2019.
"Ada tujuh isu krusial yang tersisa di revisi KUHP," kata Arsul kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (28/6).
Dia menjabarkan isu pertama yang dibahas adalah hukum yang hidup di masyarakat. KUHP saat ini, kata dia, menganut asas legalitas murni, yakni orang baru bisa dijatuhi hukuman pidana bila pelanggaran diatur dalam undang-undang.
Dalam rancangan revisi KUHP, menurut Arsul, disusun aturan perbuatan yang menurut hukum di suatu daerah termasuk pelanggaran pidana adat. Dia menyatakan, perbuatan yang dinilai melanggar hukum di suatu daerah itu nantinya bisa diajukan ke pengadilan, tetapi dengan hukuman hukum adat.
Reporter: Intan Umbari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement