Sukses

Ketua MPR: Amandemen UUD 45 Hanya Terbatas GBHN

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menegaskan amandemen terbatas UUD 1945 hanya sebatas pada Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menegaskan amandemen terbatas UUD 1945 hanya sebatas pada Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Kesepakatan yang dicapai para anggota MPR hanya sebatas pada pengembalian GBHN ke dalam UUD 1945. Sebab, jika amandemen UUD 1945 dilakukan secara keseluruhan, maka dibutuhkan waktu yang amat panjang.

"Satu itu saja. Terbatas. Makanya namanya amandemen terbatas. Kalau mau yang lain-lain mulai dari awal lagi, jadi panjang lagi itu, belum tentu 10 tahun kelar," jelasnya di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (18/8/2019).

Hajat dari amandemen ini adalah intinya mengenai perlunya GBHN bagi arah pembangunan Indonesia ke depan. Zulhas mengatakan, arah pembangunan yang tertuang dalam GBHN bukan bersifat teknis, melainkan filosofis.

"Misalnya di MPR itu kan UUD tujuan bernegara apa? Merdeka, bersatu, berdaulat, adil, setara. Itu kan, enggak detail. Empat pondasinya apa? Misalnya negara melindungi segenap tumpah darah Imdonesia, sudah enggak ada detailnya. Dia filosofis sifatnya, mencerdaskan gitu," jelasnya.

Mengembalikan GBHN ke dalam UUD 1945 ini merupakan rekomendasi DPR periode 2009-2014. MPR periode 2014-2019 kemudian membahas rekomendasi tersebut. Kesimpulannya yaitu pentingnya GBHN yang bersifat filosofis dan ideologis.

"Contohnya ekonomi yang dijiwai itu Pasal 33; kesetaraan, keadilan, jadi filosofis dia. Karena MPR itu kan tidak membahas detail. Diperlukan bagaimana arah Indonesia 25 tahun, 50 tahun, 75 tahun, atau 100 tahun mendatang, garis-garis besarnya itu," jelasnya.

Secara detail bagaimana arah pembangunan ini akan dibuat oleh kandidat presiden. Hal itulah yang disepakati dalam pembahasan MPR. Konsepnya kemudian akan difinalkan oleh badan pengkajian dan akan dibawa ke rapat paripurna terkahir pada 27 September.

"Nanti diputuskan dalam rapat paripurna MPR itu itu menjadi bahan. Jadi kalau dulu direkomendasi, sekarang ada bahan, ada bukunya nih. Itu nanti diserahkan kepasa MPR yang akan datang, 2019-2024," ujarnya.

 

 

 

2 dari 2 halaman

Harus Disepakati 3/4 Anggota

Supaya bisa masuk dalam pembahasan resmi oleh MPR periode mendatang, maka harus disetujui 3/4 anggota MPR dan akan menjadi keputusan politik. Ini tak bisa diputuskan hanya oleh pimpinan MPR.

"3/4 anggota MPR nanti yang harus setuju. Jadi DPR, tambah DPD, jumlahnya hampir 700, 3/4 setuju, baru bisa diteruskan. Jadi masih panjang prosesnya, enggak sederhana," ujarnya.

Menurut Zulhas, rencana amandemen ini tak perlu dikhawatirkan bahwa nantinya presiden akan bertanggung jawab kepada MPR sebagai lembaga tinggi negara. Mengingat ini hanya amandemen terbatas.

"Jadi ini agar publik tahu, masyarakat paham, teman-teman tolong dijelaskan juga ditulis, bahwa tidak bisa sekarang itu amandemen seluruhnya, sekaligus, enggak bisa. Kalau diusulkan terbatas ya sudah itu saja, titik, tidak pakai koma," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tak masalah dengan pengembalian GBHN ke dalam UUD 1945. Dengan demikian tujuan pembangunan menjadi lebih terarah.

"GBHN baik. Tapi ini yang sekarang yang menjadi RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) adalah janji atau kampanye dari Presiden," jelasnya di Gedung DPR/MPR.

Jika nantinya GBHN dikembalikan ke UUD 1945, calon presiden yang akan bertarung tak boleh lagi membuat satu program dan tak boleh keluar dari GBHN. Namun GBHN akan dijadikan acuan dalam penentuan visi misi.

"Sekarang kalau ada GBHN, berarti calon presiden itu tidak lagi boleh membuat satu program, tidak boleh keluar dari GBHN kayak dulu, tetapi justru melaksanakan GBHN. Jadi nanti dibahas lagi di MPR," pungkasnya.

 

Reporter: Hari Ariyanti