Sukses

Melihat Potensi Gempa dan Tsunami di Kalimantan Timur

Kalimantan Timur menjadi lokasi alternatif untuk dijadikan Ibu Kota Indonesia yang baru. BMKG mengungkapkan potensi kebencanaan di wilayah tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Kalimantan Timur menjadi lokasi alternatif untuk dijadikan pusat pemerintahan Indonesia. Namun, Bappenas masih mengkaji pemindahan Ibu Kota ke tempat tersebut.

Dari sisi kebencanaan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan tentang adanya potensi bencana alam. Secara geologi dan tektonik, di wilayah Provinsi Kalimatan Timur terdapat 3 struktur sesar sumber gempa. Yaitu Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, dan Sesar Paternoster.

"Hasil monitoring kegempaan oleh BMKG terhadap Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat di wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur menunjukkan masih sangat aktif," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono kepada Liputan6.com, Jumat (23/8/2019).

Dia menambahkan, tampak dalam peta seismisitas pada dua zona sesar ini aktivitas kegempaanya cukup tinggi dan membentuk klaster sebaran pusat gempa yang berarah barat-timur.

Bahkan BMKG mencatat wilayah Kaltim pernah digoyang gempa yang merusak sebanyak 7 kali. Yaitu pada 1921, 1964, 1982, 1983, 2000, 2006, dan 2007. Gempa-gempa tersebut bermagnitudo di atas 5 dan ada yang diikuti tsunami.

Daryono menjelaskan, hasil kajian Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) pada 2017, Sesar Mangkalihat memiliki potensi magnitudo mencapai M=7,0. Guncangan akibat gempa yang bersumber dari Sesar Mangkalihat dapat berdampak hingga skala intensitas VI-VII MMI.

"Artinya gempa yang terjadi dapat menimbulkan kerusakan tingkat sedang hingga berat di Semenajung Mangkalihat dan sekitarnya," ujar dia.

Sementara itu, Sesar Paternoster yang jalurnya berarah barat-timur melintasi wilayah Kabupaten Paser, meskipun termasuk kategori sesar berusia tersier tetapi hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa di jalur sesar ini masih sering terjadi gempa.

"Catatan gempa di Kabupaten Paser cukup banyak. Salah satu gempa yang paling kuat adalah Gempa Paser berkekuatan M=6,1 pada 26 Oktober 1957, sementara peristiwa gempa tektonik yang terbaru adalah Gempa Longkali, Paser, pada 19 Mei 2019 berkekuatan M=4,1 yang guncangannya sempat menimbulkan kepanikan masyarakat," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Potensi Tsunami

Melihat catatan sejarah tsunami masa lalu, pantai timur Provinsi Kaltim sebenarnya bukanlah kawasan aman tsunami. Peristiwa tsunami destruktif di Sangkulirang pada 14 Mei 1921 kiranya cukup sebagai bukti kerawanan tsunami di wilayah ini.

"Keberadaan Pantai Timur Kaltim yang berhadapan dengan “North Sulawesi Megathrust” tentu juga patut diwaspadai," ujar Daryono.

Hasil pemodelan skenario tsunami akibat gempabumi berkekuatan M=8,5 yang berpusat di zona megathrust Sulawesi Utara menggunakan TOAST (Tsunami Observation and Simulation Terminal) di BMKG menunjukkan bahwa di Pantai Kalimantan Timur berpotensi terjadi tsunami dengan status ancaman “awas” dengan tinggi tsunami di atas 3 meter.

Namun begitu, semua informasi mengenai potensi gempa dan tsunami ini harus direspons dengan upaya mitigasi. Risiko bencana di daerah rawan dapat ditekan sekecil mungkin dengan upaya mitigasi yang benar, tepat, dan sungguh-sungguh.

"Seluruh gempa yang bersumber di wilayah Kalimantan Timur dipicu oleh aktivitas sesar aktif, sehingga meskipun magnitudonya tidak sebesar yang bersumber di zona megathrust maka tetap dapat berdampak merusak bangunan jika tidak diantisipasi dengan sebaik-baiknya," ucap dia.

Potensi bahaya gempa bumi harus diantisipasi dengan menerapkan building code dengan ketat dalam membangun struktur bangunan. Banguan tahan gempa bumi wajib diberlakukan.

"Alternatif lain bagi mereka yang belum memungkinkan membagunan bangunan tahan gempa maka dapat membangunnya dari bahan ringan seperti kayu atau bambu yang didisain menarik," ujar dia.

Mitigasi tsunami juga dapat dilakukan dengan melakukan penataan ruang pantai yang aman tsunami, termasuk dalam hal ini perlunya membuat hutan pantai (coastal forest), selanjutnya memastikan masyarakat pantai memahami konsep evakuasi mandiri, dengan menjadikan gempa kuat di pantai sebagai peringatan dini tsunami.

Selain itu, masyarakat harus memahami bagaimana cara selamat saat terjadi gempa bumi dan tsunami.

"Jika wilayah tempat kita tinggal termasuk daerah rawan, maka yang penting dan harus dibangun adalah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas stakeholder, dan masyarakatnya, serta infrastrukturnya untuk menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi," jelas Daryono.

Dengan mewujudkan semua langkah mitigasi tersebut, maka masyarakat dapat menekan hingga sekecil mungkin risiko bencana yang mungkin terjadi.

"Sehingga meski kita tinggal di daerah rawan gempa dan tsunami kita akan dapat hidup aman dan nyaman," kata Daryono.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.