Liputan6.com, Jakarta - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menerjunkan tim untuk meneliti penyebab gempa yang sering terjadi di daerah Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Gempa yang cukup rutin itu membuat sebagian warga memilih bertahan di tenda pengungsian.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi PVMBG, Sri Hidayati menyatakan, timnya sedang berada di kaki Gunung Salak untuk meneliti penyebab gempa yang hampir setiap hari dirasakan warga Malasari, terhitung sejak 10-23 Agustus 2019.
"Kita kirim tim ke lokasi untuk mencoba menjawab itu," ucap Sri saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (2/8/2019).
Advertisement
Tak hanya itu, lanjut Sri, PVMBG juga menurunkan dua tenaga ahli untuk melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
PVMBG sejauh ini masih berkesimpulan gempa berturut-turut yang berpusat di Sukabumi dan Bogor selama kurun dua pekan terakhir yaitu merupakan gempa tipe 3. Gempa tipe ini dicirikan dengan munculnya aktivitas gempa yang berlangsung secara terus menerus dengan magnitudo yang relatif kecil tanpa ada gempa utama.
"Bisa jadi itu kategori gempa swarm," ujar Sri.
Swarm adalah serangkaian aktivitas gempa yang terjadi di kawasan sangat lokal dengan magnitudo relatif kecil yaitu kurang dari M 4, memiliki karakteristik frekuensi kejadian sangat tinggi dan berlangsung dalam periode waktu tertentu.
Berdasarkan klaster sebaran pusat gempa yang berlangsung saat ini, tampak aktivitasnya sangat lokal terkosentrasi di sebelah barat daya kaki Gunung Salak.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Berkaitan Aktivitas Gunung Salak?
Namun demikian, 83 kali gempa bumi yang berlangsung secara terus menerus bukan berarti menunjukan gejala Gunung Salak akan meletus. Bahkan, gempa bumi yang terjadi pada 8 September 2012 dan hanya berjarak 3 km dari puncak Gunung Salak, tetapi tidak berpengaruh ke gunung yang memiliki ketinggian 2.211 mdpl itu.
"Dan tidak betul (sering gempa dekat gunung), secara statistik dunia, efek gempa bumi terhadap aktivitas gunung api hanya sekitar 1 persen alias sangat kecil atau jarang. Kalaupun menimbulkan efek kebanyakan bersifat erupsi uap air saja," terang Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM, Hendra Gunawan.
Secara umum, penyebab gunung api meletus itu antara lain, pertama karena penambahan volume magma yang berada di bawah gunung api akibat adanya injeksi magma baru. Kedua, terjadi pengkristalan magma yang ada di dapur magma, dan ketiga dinding di dapur magma runtuh. Sehingga dapur magma terjadi penambahan volume secara signifikan dan harus dikeluarkan.
Faktor lainnya karena pelemahan di bagian tudungnya gunung akibat proses hydrothermal, kemudian oleh gaya tarik bulan dan matahari ketika gerhana. Sebab ketika bumi berada satu garis dengan matahari dan bulan, gaya tarikannya akan maksimum.
"Tapi itu prinsip dasar saja. Pada praktiknya kita menyimpulkan penyebab erupsi berdasarkan data monitoring gunung. Sulit tanpa data untuk menjelaskan bagaimana mekanisme erupsi di suatu gunung," terangnya.
"90 persen itu dasar utama menerangkan mekanisme erupsi," Tambah Hendra.
Advertisement