Sukses

Kejagung Cari Solusi Bila IDI Tolak Kebiri Kimia ke Pemerkosa Anak di Mojokerto

Menurut Kapuspen Kejagung, hukuman kebiri kimia adalah yang pertama kali terjadi di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia akan meminta bantuan kedokteran guna melakukan eksekusi kebiri kimia terhadap M Aris usai memperkosa sembilan anak. Di mana vonis tersebut tertuang dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019.

"Tetap sebagai eksekutor nya jaksa, kemungkinan jaksa minta bantuan dengan tim medis untuk eksekusi setelah dilakukan apa namanya koordinasi, baru dilakukan eksekusi berita acara kemudian dilaporkan seperti itu," ujar Kapuspen Kejagung Mukri saat ditemui di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (26/8/2019).

Dia mengatakan, pihaknya akan selalu berkoordinasi dengan IDI. Walaupun IDI menolak kebiri, Kejaksaan akan mencari solusi lain.

"Nanti kita koordinasi kembali dengan hal itu, kalau pun benar-benar menolak, kita akan cari solusi lainnya," katanya.

Sebelumnya, dokter masih bingung dengan teknis pelaksanaan hukuman kebiri kimia terhadap paedofil di Mojokerto. Dokter tidak memiliki petunjuk untuk mengeksekusi pengebirian.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim, Poernomo Boedi mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan petunjuk pelaksanaan teknis dari Pengurus Besar (PB) IDI terkait dengan pengebirian seorang terpidana.

"Sampai dengan saat ini belum ada petunjuk dari PB IDI terkait hal "pengebirian" seseorang terpidana," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Minggu 25 Agustus 2019.

Poernomo menegaskan, dalam menjalankan praktik seorang dokter harus berpegang pada prosedur dan kompetensi yang ditentukan oleh kolegiumnya. Dalam hal kebiri, belum ada prosedur dan kompetensinya.

"Kompetensi adalah kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang dokter melalui pelajaran teori dan praktik yang terstruktur dan ditentukan oleh kolegium sebagai pengampu ilmu kedokteran," tandas Poernomo.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tambahan Hukuman Kebiri

Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia telah mengetahui keputusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto yang menjatuhkan vonis bersalah dan tambahan hukuman kebiri kimia terhadap Muhammad Aris yang terbukti bersalah telah memperkosa 9 anak.

Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019.

Kapuspen Kejagung Mukri mengatakan, pihaknya mengetahui berdasarkan laporan lisan dari Kejaksaan Mojokerto. Terkait perkara pemerkosaan dengan sembilan anak, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 17 tahun penjara, pidana pokok dan denda 100 juta.

"Namun demikian majelis hakim memutus 12 tahun penjara pokok plus pidana tambahan kebiri dan sudah inkrah sudah kita terima dan siap untuk eksekusi," kata Kapuspen Kejagung Mukri saat ditemui di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (26/8/2019).

Menurutnya, putusan ini adalah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Dia mengatakan, keputusan tambahan itu diperbolehkan dalam undang-undang. Hakim mempunyai hak untuk mencantumkan hukuman tambahan.

"Sekarang keputusan sudah inkrah, sudah kita terima dan siap untuk eksekusi. Di sini diatur dalam Perpu 01 2016 khususnya pasal 76 B jo Pasal 81 ayat 2 Perpu 01 2016 tentang perubahan kedua Undang-undang Nomor 13 tahun 2002 tentang perlindungan anak itu diatur demikian, itu menjadi pidana tambahan," bebernya.

Muhammad Aris (20), warga Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Mojokerto dijatuhi hukuman kebiri kimia oleh hakim karena terbukti memerkosa 9 orang anak.

Hukuman ini belum dapat dilaksanakan, karena jaksa tidak memiliki standar operasi pelaksanaan (SOP) untuk pelaksanaan eksekusi pengebirian.

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto diketahui menjatuhkan vonis bersalah pada Aris karena melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019.

Hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan pun dijatuhkan pada Aris. Sebagai hukuman tambahan, hakim memerintahkan pada jaksa agar melakukan 'kebiri kimia'.

"Hukuman tambahan memang kebiri kimia. Dalam tuntutan kita tidak sertakan itu, tapi hakim memberi hukuman tambahan," tandas Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Richard Marpaung, Minggu 25 Agustus 2019.

 

Reporter: Ronald Chaniago

Sumber: Merdeka