Liputan6.com, Jakarta - - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Dalam rapat itu pimpinan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan pihaknya sudah menerima surat Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal kajian pemindahan ibu kota.
"Kami beritahukan kepada pimpinan dewan, bahwa telah menerima surat dari presiden nomor R34/PRES/08/2019 tanggal 23 Agustus 2019, perihal penyampaian hasil kajian dan permohonan dukungan pemindahan ibu kota," kata Fahri.
Fahri menjelaskan dengan diterimanya surat dari presiden, DPR segera menindaklanjutinya. Hal itu, kata dia sesuai dengan peraturan tata tertib DPR.
Advertisement
"Untuk surat tersebut sesuai keputusan DPR RI Nomor 1 tahun 2014 tentang tata tertib akan dibahas lebih lanjut sesuai mekanisme yang berlaku," ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengumumkan lokasi ibu kota baru. Jokowi mengatakan, lokasi ibu kota baru akan berada di kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
"Pemerintah telah melakukan kajian mendalam dan kita intensifkan dalam 3 tahun. Dan lokasi ibu kota baru adalah di sebagian kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur," jelas Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Saksikan video pilihan berikut ini:
Revisi UU
Anggota DPR RI dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menyampaikan bahwa DPR perlu merevisi atau membuat undangan-undang terkait pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur (Kaltim) tersebut.
"Saya kira di DPR ini harus kita segera lakukan adalah kajian perundangan-undangannya. Apakah misalnya perlu revisi undang-undang atau bahkan mungkin dengan diintroduksi undang-undang yangg baru ya," kata Arsul.
Menurutnya, saat ini undang-undang yang masih berlaku soal pengaturan ibu kota ialah menetapkan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara. Maka, lanjut Asrul, jika pemerintah hendak memindahkan ibu kota, DPR harus merevisi undang-undang.
Hal itu menurut Asrul perlu dilakukan supaya pemindahan ibukota tidak menyalahi perundangan-undangan yang berlaku.
"Kan kita punya undang-undang yang dari tahun lama, tahun 1964 tentang ketetapan Jakarta sebagai ibu kota," ujar Asrul.
"Sekalian (juga) nanti dibuat undang-undang yang baru yang mengatur segala sesuatu terkait pemindahan ibu kota negara itu," imbuhnya.
Reporter: Sania Mashabi
Sumber: Merdeka
Advertisement