Sukses

Capim Irjen Antam Novambar Bicara Kasus Komjen Budi Gunawan di KPK

Tudingan terhadap Antam terjadi saat Budi Gunawan menyandang status tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Calon pimpinan KPK dari unsur Polri, Irjen Antam Novambar, membantah pernah mengancam mantan direktur penyidik KPK Endang Tarsa. Hal ini diungkap Antam saat menjawab pertanyaan dari Hamdi Muluk, panelis tes wawancara dan uji publik seleksi calon pimpinan KPK hari ini.

"Saya tidak pernah meneror Endang Tarsa, saya bertahan tak pernah menjawab dan saya (sekarang) bersiap untuk itu," jawab Antam di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).

Tudingan terhadap Antam terjadi saat Budi Gunawan menyandang status tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi. Antam meyakini lembaga antirasuah telah salah dan zolim terhadap Budi yang kala itu berpangkat jenderal bintang tiga Polri.

"Saya tahu Pak Budi dizalimi, saya tahu karena saya orang hukum, ini berdasar fakta dan bukti," tegas Antam.

Antam lalu menceritakan pertemuannya dengan Endang Tarsa di sebuah restoran cepat saji. Saat itu, menurut Antam, Endang ingin membantu proses hukum Budi karena sama berasal dari satu institusi yang sama, Polri.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Perbaikan Etika

Antam merasa senang dengan tawaran tersebut. Berangkatlah dia bersama dua orang kepercayaannya menemui Endang. Antam menilai Endang siap untuk dapat memberi keterangan meringankan sebagai saksi untuk Budi lewat hasil percakapan tersebut.

"Kami ketemu Tarsa, (nanya) lu mau jadi saksi meringankan? Bahasanya apa yang dilakukan KPK salah," jelas Antam menirukan percakapan pada saat itu.

Namun ternyata, nilai Antam, Endang mengecohnya. Itikad baik untuk Budi Gunawan semu. Malah menurut Antam, percakapan mereka direkam tanpa izin dan keluar sebagai bahan pemberitaan.

Karenanya Antam meyakini hal-hal semacam ini adalah etika yang harus diperbaiki dalam tubuh lembaga antirasuah, dan kehadirannya sebagai kandidat calon pimpinan KPK periode 2019 menjadi alasan kuatnya.

"Ini yang harus kita ubah etikanya," Antam menandasi.