Sukses

Jawaban Uji Publik 7 Capim KPK, Curhat Keluarga hingga Intervensi Pimpinan

Pansel mencecar pertanyaan kepada capim KPK, mulai dari kepatuhan melakukan LHKPN hingga bagaimana membuat koruptor jera.

Liputan6.com, Jakarta - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) kembali melakukan uji publik terhadap tujuh kandidat komisioner lembaga antirasuah di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu, 28 Agustus 2019. Ini merupakan hari kedua Pansel menggelar uji publik.

Ketujuh capim KPK yang menjalani uji publik adalah Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Johanis Tanak, advokat yang juga mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lili Pintauli Siregar, akademisi Luthfi Jayadi Kurniawan, mantan jaksa M Jasman Panjaitan, hakim Pengadilan Tinggi Bali, Nawawi Pomolango, dosen Neneng Euis Fatimah, dan dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Nurul Ghufron.

Dari ketujuh kandidat itu, Pansel mencecar berbagai macam pertanyaan dari mulai kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) hingga bagaimana membuat koruptor jera.

Pertanyaan yang dilayangkan Pansel tak serta merta dijawab dengan baik oleh Capim KPK. Seperti Capim KPK yang merupakan mantan Jaksa, Jasman Panjaitan. Jasman disebut tak melaporkan harta kekayaannya sebanyak 11 kali.

Alih-alih menjawab pertanyaan Pansel, Jasman malah curhat kondisi keluarganya, terutama sang istri.

"Saya dua kali melaporkan LHKPN. Tapi saya tidak tahu angka (harta) saya, kebetulan istri saya jago cari duit. Itu kondisi kami di rumah, istri saya kurang menghargai saya, karena tidak bisa berikan uang yang banyak," ujar Jasman.

Capim KPK lainnya, Luthfi Jayadi Kurniawan yang mengaku sebagai pemerhati isu korupsi sejak 1998 malah mengaku tak paham saat ditanya soal perbedaan Pasal 5 dan 12 UU Tipikor. Kedua pasal ini biasa dikenakan kepada mereka yang terjerat kasus suap.

"Saya tidak paham," ujar Luthfi.

Begitu juga saat ditanya soal perampasan aset, Luthfi tak menjawab. Hal ini sangat disayangkan oleh Pansel. Lantaran mengaku tak paham dan tak hafal pasal yang ada di UU Tipikor, Wakil Ketua Pansel Indriyanto Seno Adji yang bertanya pun tak melanjutkan pertanyaaan.

"Sudah saya enggak usah tanya banyak-banyak Pak. Pimpinan harus tahu semua (Pasal) pak," kata Indriyanto menegaskan.

Berbeda dengan Luthfi yang sempat terdiam saat ditanya soal pasal, Capim KPK dari unsur hakim, Nawawi Pomolango malah menyebut-nyebut pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Nawawi mengatakan, jika dirinya terpilih menjadi pimpinan KPK, dia bakal menjerat pasal TPPU kepada para koruptor. Nawawi yang berprofesi sebagai hakim Pegadilan Tinggi Bali ini yakin dengan seringnya penggunaan pasal tersebut akan membuat koruptor jera.

"Apa sulitnya menerapkan TPPU ini. Saya komit. Orang lebih takut miskin dari pada mati," kata Nawawi.

Nawawi kembali meyakinkan Pansel jika dirinya terpilih menjadi komisioner lembaga antirasuah, maka tak akan ada pelaku korupsi dari unsur hakim.

"Kalau sampai ada saya di KPK masih ada hakim yang tertangkap, keterlaluan. Saya tidak membayangkan ada hakim lagi yang tertangkap," kata Nawawi.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Mengaku Diintervensi Jaksa Agung

Tak hanya Nawawi, Capim KPK yang berusaha meyakinkan Pansel adalah Johanis Tanak. Johanis bercerita saat dirinya menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tengah, dirinya sempat menangani perkara mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayor Jenderal (Purn) Bandjela Paliudju.

Saat menangani kasus tersebut, Johanis sempat menerima intervensi dari Jaksa Agung M. Prasetyo. Intervensi Jaksa Agung tak membuat Johanis melepas Bandjela begitu saja.

Johanis malah meyakinkan Jaksa Agung untuk mendukung dirinya mengusut tuntas kasus tersebut, meski Bandjela merupakan kader NasDem sama seperti Prasetyo saat sebelum menjabat Jaksa Agung.

"Mungkin ini momen yang tepat untuk Bapak buktikan (pro pemberantasan korupsi) karena ini dari golongan partai politik," ujar Johanis.

Pernyataan Johanis itu pun disambut baik oleh Jaksa Agung. "Oh iya benar juga," kata Johanis menirukan pernyataan Jaksa Agung.

Berbeda dengan yang lain, Capim KPK yang pernah menjabat Wakil Ketua LPSK dua periode, 2008-2013 dan 2013-2018 Lili Pintauli Siregar bercerita di hadapan Pansel saat lembaganya tak direspons ketika hendak melindungi pegawai lembaga antirasuah.

"Ada salah satu metode yang bisa digunakan (LPSK), jemput bola untuk merespons itu. Tapi sampai hari ini LPSK mencoba jemput bola ke pegawai-pegawai KPK yang alami ancaman tapi tidak terespons," ujar Lili.

Menurut dia, saat hendak berupaya memberikan perlindungan kepada pegawai KPK yang diduga menerima ancaman, LPSK mendapatkan kesulitan. Salah satunya harus mendapat izin dari pimpinan.

"Tugas pokok LPSK memang memberikan perlindungan bagi saksi dan korban. Beberapa kasus yang dialami KPK, kami jemput bola tapi tidak direspons. Tidak berkenan, harus izin pimpinan dan sebagainya," kata dia.

Lili berharap nantinya pimpinan KPK tak mempersulit jika pihak LPSK berupaya melindungi pegawainya.

"Kalau dilihat karena sering kali terjadi. Pimpinan yang dikriminalisasi, kekerasan, setidaknya ini catatan bagi pimpinan untuk memulai mengantisipasi apakah perlindungan itu bisa dilihat case by case. Karena tidak bisa dipungkiri kerja di KPK itu sangat perhatian dan sorotan untuk dapatkan ancaman," kata dia.

Uji publik Capim KPK ini berlangsung di ruang serba guna Gedung III Sekretariat Negara Jakarta dan dimulai pukul 08.00 WIB.

Sembilan orang Pansel Capim KPK yang menguji yakni Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek, dan Al Araf akan mengajukan pertanyaan kepada para capim secara bergantian selama 1 jam.

Selain pansel, ada dua orang panelis juga yang bertanya yaitu sosiolog hukum Universitas Indonesia Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.

 

Â