Sukses

5 Hal Terkini soal Hukuman Kebiri Kimia di Mojokerto

Belakangan, diketahui, Aris tidak akan diberikan hukuman kebiri kimia permanen.

Liputan6.com, Jakarta - Pelaku pemerkosa anak di Mojokerto, Jawa Timur bernama Muhammad Aris dijatuhi hukuman tambahan kebiri kimia. Hukuman tambahan ini disertakan juga dengan vonis 12 tahun dan denda Rp 100 juta.

Sejak 2015 lalu, Aris terbukti telah mencabuli 9 anak yang tersebar di Mojokerto. Modusnya, sepulang kerja menjadi tukang las, dia mencari mangsa.

Hukuman kebiri kimia ini pun menuai pro kontra. Dengan tegas, Ketua Majelis Pengembangan Profesi Kedokteran (MPPK) IDI dr Pudjo Hartono menolak pemberian hukuman kebiri kimia.

Tak hanya itu, pihak keluarga juga menolak. Mereka menilai, selama ini, kondisi kejiwaan Aris tidak normal. Keluarga justru berharap Aris bisa mendapat perawatan kejiwaan.

Belakangan, diketahui, Aris tidak akan dikebiri kimia permanen. Ia hanya menjalani hukuman kebiri kimia selama 2 tahun.

Berikut 5 hal terkini soal hukuman kebiri kimia yang diterima Muhammad Aris dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Kebiri Kimia Berpatok pada UU

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menjatuhkan vonis bersalah pada Aris karena melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019.

Hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan pun dijatuhkan pada Aris. Sebagai hukuman tambahan, hakim memerintahkan pada jaksa agar melakukan kebiri kimia. Pengadilan Negeri Mojokerto mengambil keputusan itu berpatokan sesuai dengan yang tertulis dalam UU Nomor 17 tahun 2016.

"Jadi, perkara Aris ini ada dua. Di Kota dan Kabupaten Mojokerto yakni 79 Pidsus tahun 2019, yang kedua Nomor 65 dan 69. yang memberikan tambahan kebiri kimia ada di Kabupaten Mojokerto," ungkap Erhammudin, Humas Pengadilan Negeri Kabupaten Mojokerto pada Maja FM seperti melansir suarasurabaya.net.

Erhammudin melanjutkan, jaksa dalam hal ini mendakwakan untuk kabupaten secara subsidiritas primer Pasal 81 76d Pasal 81 ayat 1 sub 76e Pasal 81 ayat 1. Dia menuturkan, PN Mojokerto sependapat dengan penuntut umum, terdakwa dalam perkara 69 yakni bahwa yang melanggar ketentuan Pasal 76d.

"Itu menurut majelis hakim sependapat. Mengenai pidana tambahan kebiri kimia tersebut, itu berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2016 dalam ketentuan Pasal 81 ayat 5 dan ayat 7 yang menyatakan bahwa salahnya lebih dari satu kali, itu ketentuan maksimal boleh ditambah dalam UU," ujar dia.

Melansir suarasurabaya.net, dalam Pasal 81 ayat 5 dan ayat 7 yang menyatakan salah satunya lebih dari satu. Ketentuan maksimal bisa ditambah dalam UU sehingga Pasal 81 ancaman 15 tahun maksimal bisa sampai 20 tahun, seumur hidup maupun hukuman mati.

"Dalam Pasal 81 ayat 7 di situ apabila ketentuan Pasal 5 diberlakukan, maka bisa dikenai pidana tambahan berupa kebiri kimia. Dan hal tersebut dalam perkara ini, menurut majelis hakim PN Mojokerto yang mengadili perkara nomor 69 atas nama M Aris tersebut, unsur-unsur yang disebutkan tersebut telah terbukti oleh terdakwa," ujar dia.

Erhammudin mengungkapkan, putusan PN Mojokerto dinilai sebagai putusan terbaik. Hal ini untuk memberi rasa keadilan pada masyarakat. Perkara tersebut pun sudah tetap, diterima oleh PN Mojokerto pada 04 Juli dan diserahkan penuntut umum sebagai eksekutor pada 25 Juli.

"Terdakwa maupun penutut umum tidak melakukan upaya hukum, kasasi maksudnya ya jadi inkra. Nah untuk perkara di Kota Nomor 65, itu sampai sekarang pengadilan belum menerima. Mungkin dalam proses banding sehingga perkara Nomor 65 saya tidak berani komentar," tutur dia.

Begitu pula dengan alasan putusan oleh majelis hakim menambahkan kebiri kimia walaupun dalam tuntutan tidak ada, PN Mojokerto berpatokan dengan UU Nomor 17 Tahun 2016. Dalam Pasal 5 dan Pasal 7 jelas disebutkan, lebih dari satu kali dapat diberi pidana tambahan.

Dalam kasus ini, Aris melakukan pemerkosaan pada sembilan anak bawah umur atau masih TK yang tersebar di Wilayah Mojokerto. Secara visum juga, tindakan Aris mengakibatkan robek dan berdarah pada setiap korban.

Melalui UU ini negara hendak melindungi anak-anak dan perlindungan apa yang diberikan pengadilan terhadap masyarakat yakni melalui putusan yang dianggap adil.

"Kami mencoba mencapai hal tersebut, artinya kami keputusan kami serahkan kepada masyarakat untuk menilai. Sehingga majelis memberikan pidana tambahan berupa kebiri kimia. Dalam ketentuan Pasal 81 ayat 7, pidana tambahan kebiri kimia saja. Pasal 5 bisa dikenakan minimal 10 tahun, maksimal 20 tahun, hukuman mati atau penjara seumur hidup," terangnya.

Di Pasal 7, tegas Erhammudin, jelas disebutkan jika di Pasal 5 dilakukan lebih dari satu kali sebagai salah satu syarat tersebut, maka bisa diberikan pidana tambahan kebiri kimia. Melalui keputusan ini, Ia berharap dapat membuat kejadian yang sama tidak terulang lagi.

"Kejahatan terhadap anak, bagaimanapun sedini mungkin agar tidak terjadi lagi di Mojokerto khususnya. Harapan besar PN Mojokerto. Untuk masalah teknis, eksekutor adalah penuntut umum, dalam ini Kejari Kabupaten Mojokerto. Untuk masalah tersebut, pengadilan tidak akan komentar karena apa yang sudah diputuskan sudah sesuai UU," tegasnya.

 

3 dari 6 halaman

Aris Ajukan PK

Aris, melalui kuasa hukumnya, Handoyo berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) agar dapat membatalkan putusan hukuman tambahan kebiri kimia.

"Upaya hukum yang bisa dilakukan memang mengajukan PK. Karena di tingkat banding sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah)," ujar Handoyo.

Handoyo mengatakan, peraturan pemerintah yang mengatur soal pelaksanaan teknis kebiri kimia itu masih belum ada sehingga, hukuman tambahan tersebut harusnya tidak dapat dilaksanakan.

Ia menambahkan, hukum tidak berlaku surut. Jika belum ada aturan yang mengaturnya, maka hukuman tersebut belum dapat diterapkan.

"Peraturan pemerintahnya (soal pelaksanaan hukuman kebiri kimia) belum ada. Bagaimana bisa melaksanakan. Sedangkan hukum tidak berlaku surut. Untuk itu lah kita ajukan PK," tambahnya.

Dengan diajukannya PK ini, pihaknya berharap hukuman tambahan kebiri kimia yang dibebankan kepada kliennya dapat dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). "Kita berharap demikian (dibatalkan). Hari ini atau paling lambat besok, berkas PK akan kita ajukan," ujar dia.

 

4 dari 6 halaman

Keluarga Menolak

Keluarga pelaku kekerasan seksual terhadap sembilan anak di Mojokerto, Jawa Timur menolak hukuman kebiri kimia. Menurut keterangan keluarga, kondisi jiwa Muhammad Aris tidak normal. Sobirin (33), kakak kandung Aris mencotohkan, adiknya kadang berbicara sendiri.

"Yang paling sering itu dia tiduran di teras, kemudian bermain mobil-mobilan dan berimajinasi film kartun Naruto. Bersikap seperti anak kecil," ujar Sobirin kepada Fuad, reporter Maja FM melansir suarasurabaya.net.

Dengan hal ini, Sobirin mewakili keluarga tidak setuju dengan hukuman kebiri kimia yang hendak dijatuhkan pada adiknya. Ia berharap Aris mendapat perawatan di rumah sakit jiwa (RSJ).

"Keluarga tidak setuju atas hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan kepada adik saya. Saat ini, kami hanya bisa berdoa yang terbaik untuk adik saya. Semoga dia tidak dikebiri melainkan bisa mendapatkan pengobatan agar cepat sembuh," ujar Sobirin.

Sobirin menuturkan, Aris merupakan anak terakhir dari empat bersaudara. Dari empat bersaudara, Aris bersama dua kakaknya hampir memilik sifat yang sama atau kurang normal.

"Kondisi adik saya ini tidak normal. Setahu saya kalau orang yang tidak seratus persen itu ada hukumannya sendiri. Kalau dia ini normal tak mungkin melakukan hal semacam ini," katanya.

Setelah kelas VI SD, Aris sudah memilih untuk tidak melanjutkan sekolah. Sejak ibunya meninggal dunia pada lima tahun yang lalu, kata Sobirin, adik-adiknya semakin tidak terkontrol.

"Dari empat bersaudara hanya saya (anak pertama) yang normal bisa tegas, Aris dan dua kakaknya yang nomor 3 dan dua itu hampir bersifat sama, mereka juga sedikit tidak normal," ucap Sobirin.

 

5 dari 6 halaman

Aris Dapat Dua Kali Vonis

Terpidana kasus kejahatan seksual Muhammad Aris yang dijatuhi hukuman tambahan kebiri kimia belum lama ini juga divonis hukuman 8 tahun penjara dalam perkara serupa.

Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jatim, Asep Maryono mengatakan, perkara yang membuat pemuda berusia 21 tahun itu divonis 8 tahun adalah pelecehan seksual seorang bocah.

"Kalau yang divonis hukuman tambahan kebiri kimia kan ditangani Kejari Kabupaten Mojokerto, dengan hukuman pokoknya 12 tahun penjara," ujar Asep, Surabaya seperti yang dilansir dari Antara.

Menurut dia, dengan dua perkara yang telah diputus pengadilan, Aris akan menjalani hukuman pidana pokok seluruhnya selama 20 tahun.

"Hanya saja dalam perkara terakhir yang divonis 8 tahun masih belum berkekuatan hukum tetap, karena terpidana masih mengajukan banding," ucap Asep soal Aris terpidana yang diberi hukuman tambahan kebiri kimia dalam sebuah diskusi.

 

6 dari 6 halaman

Tidak Permanen

Aris, akan dihukum kebiri kimia saat masa hukuman penjaranya tinggal dua tahun. Karena dia divonis 12 tahun, berarti sanksi kebiri baru dilaksanakan ketika masa hukumannya memasuki tahun ke sepuluh.

"Menjelang akhir masa hukuman badan, terpidana Aris kami eksekusi kebiri kimia,” kata Kepala Kejari (Kajari) Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono seperti dilansir dari Jawapos.

Dia menjelaskan, kebiri kimia itu hanya bersifat sementara. Tidak permanen seperti kebiri bedah. Dalam aturannya, kebiri kimia hanya berlaku untuk dua tahun. Dosis obat untuk kebiri kimia paling lama hanya enam bulan.

"Kalau dua tahun, berarti dia nanti dikebiri kimia empat kali," ucap Rudy.

Setelah masa dua tahun berakhir, jaksa harus bertanggung jawab mengembalikan kejantanan Aris. Dengan demikian, ketika keluar penjara, Aris sudah normal. Jaksa juga harus bertanggung jawab menjamin kesehatan Aris ketika sudah bebas.

"Negara wajib memulihkan terpidana sampai pulih saat dia bebas. Misal dia punya masalah jantung karena kebiri atau impotensi, itu tanggung jawab negara," ujar Rudy.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.