Liputan6.com, Jakarta - Setelah serangkaian proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK dilakukan, pansel akan menyerahkan 10 nama capim ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada awal September 2019.
ICW mengingatkan presiden agar cukup berhati-hati dalam memilih lima nama yang akan menduduki kursi pimpinan KPK. Karena jika salah pilih, maka dapat menjadi bumerang bagi Jokowi.
Baca Juga
Demikian disampaikan peneliti senior ICW, Adnan Topan Husodo, Kamis (29/8/2019). Adnan mengingatkan presiden agar jangan memilih pimpinan KPK yang dapat dikendalikan afiliasi politik tertentu.
Advertisement
"Kalau memilih orang yang keliru dan pada akhirnya bisa dikendalikan oleh afiliasi politik tertentu itu bisa menjadi bumerang bagi presiden. Karena bagaimanapun KPK itu harus ada di atas semua kepentingan golongan dan politik. Ini yang kita tidak inginkan," jelasnya di Hotel Mercure, Cikini, Jakarta Pusat.
Terpilihnya pimpinan yang tak independen menurutnya bisa saja terjadi di KPK. Karena itulah pentingnya mengawal kinerja pansel sejak awal proses seleksi.
Presiden juga dinilai perlu mengawal kinerja pansel. Sebab sejak proses seleksi berlangsung, kinerja pansel ini banyak dikritisi pegiat antikorupsi.
"Karena bagaimana pun pilihan pansel pada akhirnya adalah pilihan presiden karena yang membentuk pansel adalah presiden. Dan itu artinya ketika 10 nama itu keluar daftarnya, itu juga bisa dianggap sebagai keputusan politik presiden," jelas Adnan.
Terkait proses uji publik di akhir proses seleksi apakah menyalahi prosedur atau tidak, Adnan mengatakan ada beberapa hal yang luput dari pansel. Di mana ada hal-hal yang tidak dijadikan concern padahal menjadi sesuatu yang krusial.
Salah satunya adalah integritas. Integritas, kata dia, dinilainya dengan cara sederhana. Jika ada capim yang diduga bermasalah, pansel tak perlu merujuk pada data atau bukti legal atas dugaan tersebut.
"Kadang-kadang perilaku menyimpang atau abuse of power itu tidak bisa diinvestigasi, tidak bisa ditangani oleh lembaga-lembaga tertentu, oleh pihak-pihak tertentu karena mungkin orangnya ada dalam posisi yang sangat kuat. Akan tetapi indikasi itu bisa dilihat," jelasnya.
Â
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tanggapi Moeldoko
Salah satu cara menilai integritas capim KPK adalah melihat apakah yang bersangkutan memiliki sikap yang jelas dalam pemberantasan korupsi. Jika misalnya ada yang abai terhadap LHKPN, ini bisa dinilai sebagai masalah dan indikator.
"Orang yang akan dipilih pansel itu nanti yang akan mendorong pejabat publik untuk melaporkan LHKPN. Karena itu salah satu tugas KPK dan tentu saja ini akan jadi persoalan di kemudian hari jika kerja politik, proses ini tidak diperhatikan secara serius oleh presiden," jelasnya.
Adnan mengaku tak sependapat dengan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko yang menyatakan jika mencari pimpinan KPK yang sempurna agar menjadi di surga. Dia menegaskan yang dicari bukan pimpinan yang sempurna tapi yang memiliki integritas baik.
"Dan itu tidak bisa dikompensasikan dengan skill, dengan kemampuan. Kemampuan bisa diasah, bisa ditingkatkan seiring dengan ketika di menjadi pimpinan KPK tetapi integritas itu kan tak bisa diubah karena melekat dengan diri seseorang," jelasnya.
Jika hasil pemilihan pimpinan KPK ini tak sesuai harapan publik, maka presiden yang nantinya bertanggung jawab. Adnan menambahkan, kepercayaan terhadap pemberantasan korupsi selalu ada di dua lembaga; KPK dan presiden. Jika kepercayaan masyarakat turun terhadap KPK, dapat mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap presiden.
Reporter: Hari Ariyanti
Sumber: Merdeka.com
Advertisement