Liputan6.com, Jakarta - Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim [KPK](news "")) Roby Arya Brata menyebut tak akan mengusut kasus korupsi di Polri dan Kejaksaan jika terpilih menjadi komisioner lembaga antirasuah nanti.
Juru Bicara [KPK ](news "")Febri Diansyah menyatakan, apa yang disampaikan Sekretariat Kabinet sebagai Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha pada Kedeputian Bidang Perekonomian itu akan menjadi dasar penilaian bagi Pansel.
Baca Juga
"Pendapat dan pemikiran dari masing-masing calon pimpinan silakan saja. Tinggal nanti Pansel menyaring apakah pendapat tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku, semangat pemberantasan korupsi atau tidak," ujar Febri saat dikonfirmasi, Kamis (29/8/2019).
Advertisement
Febri mengatakan, pada dasarnya lembaga antirasuah dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi selalu mengacu pada Undang-undang (UU) KPK, UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan KUHAP. Dalam UU tersebut tak ada pembatasan KPK dalam menangani kasus korupsi di instansi tertentu.
Febri mengatakan, KPK dengan Polri dan Kejaksaan kerap melakukan kerja sama dalam menangani sebuah kasus. Menurut Febri, kerja sama dan koordinasi antarinstitusi merupakan hal penting yang harus dilakukan.
"Dalam pelaksanaan tugas korsup (koordinasi dan supervisi) ini, KPK beberapa kali membantu Polri atau pun Kejaksaan dalam penanganan perkara dengan menonjolkan fungsi trigger mechanism," kata Febri.
"Jadi, jika ada kendala maka akan kami telusuri apa kendalanya dan dicarikan jalan keluar bersama. Demikian juga dalam pelaksanaan tugas [KPK](news ""), sering dibantu oleh Polri dan Jaksa. Bahkan pegawai KPK pun juga ada yang terdiri dari pegawai dari Polri ataupun Jaksa dan instansi lainnya," Febri menambahkan.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Hindari Cicak Vs Buaya
Sebelumnya, Capim KPK Roby Arya Brata menyatakan tak akan mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan institusi Polri dan Kejaksaan jika terpilih menjadi komisioner KPK jilid V periode 2019-2023.
"Kalau saya ke depan, KPK enggak punya lagi kewenangan untuk menyidik korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan, tidak lagi," ujar dia saat uji publik Capim KPK di Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019).
Dia mengatakan, jika KPK memiliki kewenangan mengusut kasus korupsi di Polri dan Kejaksaan maka tak menutup kemungkinan cicak versus buaya akan kembali muncul.
"Kesalahanya karena KPK punya kewenangan untuk menyidik korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan. Yang terjadi cicak (vs) buaya satu sampai tiga itu terjadi, karena KPK merangsek masuk ke Polri," kata dia.
Dia menjelaskan, jika KPK tak berusaha mengungkap kasus korupsi di Polri, maka tak akan ada penyerangan air keras yang diterima penyidik senior KPK Novel Baswedan.
"Karena KPK punya kewenangan itu, KPK enggak bisa bekerja. Coba, tidak ada jaminan, kasus Novel Baswedan dan cicak buaya tidak akan terjadi lagi ke depan kalau KPK masih punya kewenangan untuk tangani korupsi di Mabes Polri," kata dia.
Menurut dia, penanganan kasus dugaan korupsi yang terjadi di Polri lebih baik dilimpahkan ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
"Bukanya menghilangkan (kasus korupsi di Polri), tapi memindahkan kewenangan itu pada Kompolnas, beri Kompolnas kewenangan penyidikan. Ini terjadi di Australia," kata dia.
Setidaknya, menurut Roby, jika KPK tak mengusut kasus korupsi di Polri, maka hubungan antar kedua lembaga penegak hukum itu akan harmonis. Sebab, jika KPK mengusut kasus di Polri, maka akan ada perlawanan balik.
"Kalau KPK tidak punya kewenangan, akan harmonis itu lembaga-lembaga," kata Roby.
Advertisement