Sukses

Fakta Terbaru Kecelakaan Tol Cipularang, Kelebihan Muatan hingga Penetapan 2 Tersangka

Pengemudi dump truk berinisial S ditetapkan tersangka dalam kasus kecelakaan beruntun di Tol Cipularang, Senin, 29 September 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah fakta baru belakangan terungkap dari kasus kecelakaan beruntun di Tol Cipularang yang menewaskan delapan orang dan menyebabkan 28 terluka, Senin, 2 September 2019.

Dari hasil penyelidikan Polres Purwakarta, ada dua pengemudi dump truck yang menyebabkan kecelakaan maut terjadi di Tol Cipularang KM 91 arah Jakarta. Masing-masing berinisial D dan S. Keduanya dari satu perusahaan truk yang sama.

"Kedua truk ini dari satu perusahaan ya. Muatannya sama, tanah," kata Kapolres Purwakarta AKBP Matrius, Selasa 3 September 2019.

Sopir truk berinisial D tewas dalam kecelakaan tersebut. Truk yang dikemudikannya terguling akibat rem mendadak hingga menyebabkan tabrakan beruntun.

"Satu tersangka lagi meninggal dunia, berinsial D. Yang bersangkutan sopir truk dengan nomor polisi B9763 UIT," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko di Mapolres Purwakarta, Rabu, 4 September 2019. 

Sementara S alias Subana adalah sopir truk yang menurut video rekaman yang beredar, menyeruduk antrean kendaraan yang berhenti karena terhalang truk pengangkut pasir yang terguling di Tol Cipularang. 

Berikut ini hasil investigasi polisi pascakecelakaan maut Tol Cipularang yang dihimpun Liputan6.com: 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 5 halaman

Truk yang Ditumpangi Melebihi Muatan

Selain rem blong yang mengakibatkan kecelakaan maut di Tol Cipularang pada Senin, 2 September 2019 lalu, polisi mengungkap truk yang dikemudikan oleh DH dan S melebih muatan.

"Dari yang harusnya 12 ton, ini mengangkut 37 ton, jadi kelebihannya 25 ton 3 kali lipatnya," ujar Kapolres Purwakarta AKBP Matrius di Aula Polres Purwakarta, Rabu (4/9/2019).

Apalagi sebelumnya, tersangka S dalam pemeriksaan awal mengaku truk yang dikemudikannya mengangkut pasir melebihi muatan yang ditentukan.

"Baik DH maupun S ini sama-sama membawa truk dengan pasir yang sama, kendaraan jenis yang sama, serta muatannya kurang lebihnya sama," ujarnya.

Dengan berlebihan muatan pasir tersebut, sehingga mengakibatkan daya cengkram kendaraan berkurang, apalagi dari KM 97 - 90, kontur jalanan yang berkelok dan turunan.

"Disamping muatan yang berlebih, mengakibatkan koofesien daya cengkram berkurang, apalagi kan dari KM 97 ke KM 90 merupakan jalannya turunan," tegasnya.

Sehingga mengakibatkan tersangka panik dan tidak dapat menguasai kendaraan, sehingga dengan cepat menghantam kendaraan yang sedang antre menunggu evakuasi truk yang terguling di Tol Cipularang.

"S ini panik dan tidak bisa menguasai kendaraannya, dia membanting kesebelah kanan dengan anggapan kendaraan sedikit, nyatanya banyak kendaraan yang tertahan kendaraan tersangka DH yang terguling," ujar Kapolres.

3 dari 5 halaman

2 Sopir Truk Tersangka

Polisi menetapkan S pengemudi truk sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan beruntun di Tol Cipularang pada Senin (2/9/2019) yang melibatkan 21 kendaraan.

"Tersangka berinisial S, pengemudi truk B 9410 UIU," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko di Mapolres Purwakarta, Rabu (4/9/2019).

"Satu tersangka lagi meninggal dunia, berinsial D. Yang bersangkutan sopir truk dengan nomor polisi B9763 UIT," kata Trunoyudo.

S alias Subana adalah sopir truk yang menurut video rekaman yang beredar, menyeruduk antrian kendaraan yang berhenti karena jalan terhalang truk pengangkut pasir yang terguling di Tol Cipularang.

Sedangkan D alias Dedi, sopir truk yang terguling. D sendiri meninggal dunia dalam peristiwa itu.

"Terhadap tersangka S, kami kenakan Pasal 310 Undang-undang tentang Lalu Lintas Angkutan jalan juncto Pasal 359 dan atau 360 KUH Pidana. Ancaman pidana maksimal 6 tahun," kata Trunoyudo.

4 dari 5 halaman

4 Jenazah Sulit Diidentifikasi

Dari delapan orang yang meninggal, empat jenazah berjenis kelamin perempuan.

"Semuanya sudah, semuanya wanita, empat jenazah itu jenis kelaminnya wanita," kata Edy di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (4/9/2019).

Edy menjelaskan, empat korban yang sudah dipastikan perempuan itu karena tidak ditemukannya ciri-ciri jenazah berjenis kelamin laki-laki seperti dari potongan rambut dan celana dalam.

Menurut Kepala Instalasi Forensik RS Polri Kombes Edy Purnomo, keempat korban tidak ada yang utuh. Sehingga, bagian gigi keempat korban yang diperlukan untuk proses identifikasi data antemortem atau data medis sebelum kematian tak lengkap.

"Semua gigi enggak utuh, bisa ada setengah. Bisa ada seperempat, cuman bagian atas doang," kata Edy di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. 

Meski begitu masih ada gigi yang tersisa. Gigi yang tersisa itu rencananya bakal diperiksa dan dicocokkan dengan data antemortem yang sudah diberikan keluarga.

Selain itu, Edy memastikan kalau empat jenazah yang sudah diterima pihaknya pada pukul 20.28 WIB, Selasa, 3 September 2019 kemarin. Sudah dalam keadaan hangus terbakar.

"Empat kantong jenazah itu dipastikan 4 jenazah terbakar hangus," ujarnya.

Edy mengaku, proses identifikasi selanjutnya terhadap korban belum bisa dipastikan sampai kapan akan selesai. Karena, hal itu akan bergantung pada data antemortem yang diberikan pihak keluarga korban.

Namun, dari empat jenazah yang diduga merupakan warga Provinsi DKI Jakarta, baru dua keluarga yang menyerahkan data antemortem.

"Kalau yang sudah ada data antemorthem tinggal nunggu DNA. Tapi yang belum ada data, ya tunggu data (antemortem)," pungkasnya.

5 dari 5 halaman

Ancaman Pidana 5 Tahun

Sementara itu, Subana, sopir dump truk yang kini telah ditetapkan tersangka masih dirawat di RS MH Thamrin karena mengalami luka-luka. Dia diancam hukuman 5 tahun karena dianggap lalai. 

"Karena ancamannya di atas 5 tahun, penyidik berwenang menahan tersangka untuk keperluan penyidikan," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko. 

Trunoyudo menambahkan tersangka dianggap lalai dalam berlalu lintas. Khususnya, kendaraan truk yang dikendarainya memuat pasir melebihi kapasitas muatan.

"Karena melebihi muatan, kendaraan yang dibawanya tidak mampu mengerem dengan baik," jelas Trunoyudo.

 

(Desti)Â