Sukses

UU KPK yang Bakal Direvisi: SP3 Hingga Adanya Dewan Pengawas

Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa mengklaim revisi UU KPK bukan untuk melemahkan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa mengklaim revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) bukan untuk melemahkan komisi antirasuah. Menurut Desmond, beberapa pasal yang direvisi bertujuan untuk memberikan kepastian terhadap hukum.

Salah satu yang bakal direvisi adalah terkait penghentian kasus atau SP3. KPK tidak mengenal SP3 karena tidak ada dalam UU KPK. Politikus Gerindra ini menyebut, sebagai negara hukum sepantasnya diberikan kepastian hukum kepada warga negara.

"Dalam negara hukum harus ada SP3 karena ini bicara tentang kepastian hukum. Kalau ada pesan ini melemahkan, kan dalam negara hukum harus ada kepastian hukum, kecuali Indonesia UU kita tidak bicara tentang negara hukum," jelas Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/8/2019).

Lebih lanjut Desmond menyebut, terkait pengaturan SP3 dalam UU KPK juga berdasarkan KUHAP. Dalam hukum acara pidana itu diatur tentang penghentian kasus.

Poin lain yang akan direvisi adalah terkait penambahan fungsi dewan pengawas untuk KPK. Serta, aturan terkait melakukan penyadapan. Izin penyadapan ini harus diminta kepada dewan pengawas.

Desmond mengatakan, dalam revisi dewan pengawas dan penasihat KPK akan lebih kongkrit. Fungsi itu belum ada saat ini. Terkait siapa yang akan menunjuk nanti akan didebatkan kembali

"Pertanyaannya hari ini ada pengawas KPK nggak di sana, penasihat dan pengawas itu akan kita konkritkan akan kita clear," ucapnya.

Poin lainnya terkait revisi adalah tentang LHKPN. Dalam draf terdapat coretan terhadap KPK tak bisa mengumumkan LHKPN. Desmond menolak menanggapi karena masih menjadi perdebatan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

KPK Tak Pernah Diajak Diskusi

Sementara, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku belum mengetahui rencana DPR untuk merevisi UU KPK.

"KPK juga tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan rencana revisi UU KPK tersebut. Apalagi sebelumnya berbagai upaya revisi UU KPK cenderung melemahkan kerja pemberantasan korupsi," ujar Febri.

Bagi kami saat ini, kata dia, KPK belum membutuhkan revisi terhadap UU 30 Tahun 2002 tentang KPK. Justru dengan UU ini KPK bisa bekerja menangani kasus-kasus korupsi, termasuk OTT serta upaya penyelamatan keuangan negara lainnya melalui tugas pencegahan.

"Kalaupun keputusan menjadi RUU inisiatif DPR tersebut akan tetap dilakukan pada Paripurna, tentu tidak akan bisa menjadi UU jika tanpa pembahasan dan persetujuan bersama dengan Presiden. Karena UU adalah produk DPR bersama Presiden," tandas Febri.

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka