Liputan6.com, Jakarta - Memiliki luas wilayah negara terbatas, masyarakat di Singapura tak kehabisan cara untuk bercocok tanam. Untuk membuat kota menjadi ‘hijau’ masyarakat bersama pemerintah membuat konsep ‘Urban Farming’.
Penggagas komunitas bertani bernama Edible Garden City kerap memanfaatkan atap-atap gedung bertingkat menjadi lokasi strategis mereka.
Menurut Bjorn Low, managing director Edible Garden City, konsep ini diluncurkan pertama kali di pusat perniagaan bernama Shenton Way, Jalan OUE Downtown. Terdapat gedung bangunan berkonsep masa depan dengan lokasi bertani seluas sekitar 464 meter peregi di lantai lima, dimana terasnya menyediakan pelbagai jenis tumbuhan.
Advertisement
“Ada 50 varietas lokal tumbuh di sana, seperti pandan, thai basil, cabai, kacang, jahe, dan banyak lagi, kata Bjorn saat ditemui dalam kunjungan Singapoer International Programme (SIF) yang diihadiri langsung oleh kelompok jurnalis Indonesia dan India di Jalan North Bridge, Singapura, Selasa 3 September 2019.
Selain di Shenton Way, konsep serupa juga ditawarkan oleh Edible Garden City di sebuah pusat perbenjaan kota bernama Funan.
Pantauan di lokasi, tiap tanaman ditata sedemikian rupa seolah menjadi penghias atap gedung yang dapat dinikmati pengunjung untuk bersantai sambil menikmati indahnya hehijauan.
"Membangun area bercocok tanam di Funan adalah langkah besar ke depan untuk pertanian di Singapura. Ini adalah inovasi dari mengembangkan kolaborasi petani,” jelas Bjorn.
Punya Nilai Komoditas
Tanaman yang dikembangkan Edible Garden City adalah jenis yang memiliki nilai komoditas konsumsi. Buah, umbu-umbian, dan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai olah masakan.
Bjorn menyadari, hal tersebut dilakukan lantaran 90 persen dari bahan dasar makanan di Singapura adalah produk impor dari beragam negara tetangga, termasuk Indonesia.
Karenanya, dengan terobosan ini, Bjorn berharap dapat mendukung usaha pemerintah di 2030 untuk memenuhi produksi komodutas tani sebanyak 30 persen.
"Gol pemerintah adalah 30 by 30, produksi 30 persen makanan nasional lokal di 2030, dengan ini kita yakin dapat mencapai hal itu,” Bjorn memungkasi.
Advertisement