Sukses

ICW: Bola Panas Revisi UU KPK di Tangan Jokowi

DPR telah menyetujui revisi UU KPK dilanjutkan untuk dibahas.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memegang bola panas revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Kurnia berharap, Jokowi tidak mendukung revisi tersebut.

"Bola panas ada di Presiden Jokowi. Kita harap dia tidak mendukung revisi UU KPK karena banyak dukungan publik juga supaya tidak direvisi," ujar Kurnia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019).

Sebelumnya, DPR telah menyetujui revisi UU KPK dilanjutkan untuk dibahas. Semua fraksi telah menyatakan setuju revisi UU KPK menjadi usulan DPR dalam sidang paripurna, Kamis (5/9/2019).

"Problem serius di dua isu besar. Yang mana ICW bersama lembaga lain kerap menyuarakan kritik dengan argumentasi," kata Kurnia.

Anggota DPR Komisi III Nasir Djamil menilai, sulit jika revisi UU KPK diselesaikan di periode ini. Sebab, masa bakti habis akhir September ini. Namun, berdasarkan hasil revisi UU tentang perubahan perundang-undangan, revisi UU KPK bisa dilanjutkan dalam periode berikutnya tanpa masuk Prolegnas.

"Menurut saya nggak mungkin, nggak mungkin diselesaikan ini waktu sudah mau habis. Rasanya terburu-buru sekali. Saya pikir presiden akan berpikir kalau misalnya harus diselesaikan periode ini karena waktunya singkat," kata politikus PKS itu.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kirim Surat ke Jokowi

Ditambah, kalau buru-buru disahkan, Nasir melihat ada kemungkinan bakal dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi jika ada gugatan.

Sementara saat ini kata Nasir, pimpinan DPR tinggal menyurati Presiden Jokowi tentang kesiapan membahas revisi UU KPK. Kalau Jokowi mengirimkan kembali surat presiden (Surpres) maka artinya pemerintah siap membahas revisi KPK.

"Kalau presiden menyatakan kesiapannya juga akan kirim surpres kepada DPR untuk bersama-sama membahas rancangan undang-undang," ucap Nasir.

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka