Sukses

Fit and Proper Test Digelar Hari Ini, Berikut Profil 10 Capim KPK

Seluruh capim KPK itu telah menjalani serangkaian seleksi yang digelar Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) hari ini, Senin (9/9/2019). Ada 10 nama terpilih yang akan mengikuti tes tersebut.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menyetujui 10 nama itu. Seluruh capim KPK itu telah menjalani serangkaian seleksi yang digelar Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK).

10 capim KPK ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Mulai dari polisi hingga dosen.

"Komposisi profesi satu orang KPK, satu orang polisi, satu jaksa, satu auditor, satu advokat, dua dosen, satu hakim, dua PNS," ucap Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Garnasih saat jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin 2 September 2019.

Dia mengaku, nama-nama yang keluar tersebut sudah melalui banyak pertimbangan dan masukan masyarakat. Nama yang lulus pun tidak dikoreksi saat bertemu dengan Jokowi.

"Enggak ada istilah koreksi, mungkin sudah sesuai," kata Yenti.

Ke-10 nama capim KPK itu yakni:

1. Alexander Marwata (Wakil Ketua KPK 2014-2019)

Alexander Marwata atau yang akrab disapa Alex merupakan satu-satunya komisioner KPK petahana yang lolos hingga seleksi tahap akhir. Dikutip dari www.kpk.go.id, Alex lama berkarir di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yakni sejak 1987 hingga 2011.

Setelah sekitar 24 tahun berkiprah di BPKP, pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 26 Februari 1967 itu kemudian banting setir dengan menjadi hakim ad-hoc di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Saat uji publik, Alex ditelisik soal dugaan dirinya sebagai 'orang titipan'. Di hadapan pansel Alex membantah hal tersebut. Dia juga membeberkan apa yang menjadi tugas rumah KPK dan segelintir upaya melemahkan lembaga antirasuah ini.

"Saya bukan titipan siapa pun, saya jarang komunikasi dengan pejabat siapa pun, tidak ada pertemuan pribadi dengan pejabat penyelenggara negara dan DPR," tegas Alex di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

2. Irjen Firli Bahuri (Kapolda Sumsel)

Irjen Firli Bahuri juga menjadi satu-satunya anggota Polri yang masuk 10 besar pilihan pansel capim KPK. Firli saat ini menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel). Pria kelahiran Ogan Kumering Ulu, Sumatera Selatan pada 8 November 1963 ini sebelumnya menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

Nama Firli berulang kali mengundang kontroversi. Saat menjabat Deputi Penindakan KPK, Firli dilaporkan lantaran diduga bertemu dengan Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) selaku Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2018.

Padahal, saat itu, KPK sedang menyelidiki divestasi saham PT Newmont yang diduga terkait dengan TGB. Saat mengikuti uji publik di hadapan pansel capim KPK Firli mengakui pertemuannya dengan TGB.

Firli juga mengaku sempat diperiksa Pengawas Internal (PI) KPK terkait pertemuan tersebut. Namun Firli mengklaim, PI dan pimpinan KPK menyatakan dirinya tidak melanggar kode etik terkait pertemuan tersebut.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Auditor BPK hingga Dosen

3. I Nyoman Wara (Auditor BPK)

I Nyoman Wara merupakan auditor utama investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namanya mencuat saat KPK menangani kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim yang menjerat mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung.

Atas permintaan KPK, BPK menghitung kerugian keuangan negara. Dari hasil audit tersebut, BPK menyatakan kerugian keuangan negara atas penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim adalah Rp 4,58 triliun.

Atas audit tersebut, I Nyoman pun kini harus menghadapi gugatan perdata dari pihak Sjamsul Nursalim di Pengadilan Negeri Tangerang. Saat uji publik seleksi capim KPK, I Nyoman menuturkan gugatan perdata yang dihadapinya. Nyoman mengaku gugatan tersebut merupakan hak Sjamsul.

Namun, Nyoman menegaskan perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan BPK maupun kehadirannya sebagai ahli di persidangan merupakan tugas sebagai auditor.

4. Johanis Tanak (Jaksa)

Johanis saat ini menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung. Johanis pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Kejati Riau dan Kajati Sulawesi Tenggara.

Dalam LHKPN, disebutkan Johanis Tanak memiliki harta Rp 8,3 miliar

Saat mengikuti uji publik, Johanis Tanak mengaku pernah dipanggil Jaksa Agung HM Prasetyo lantaran menangani perkara mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayor Jenderal (Purn) Bandjela Paliudju yang merupakan Ketua Dewan Penasihat Partai NasDem Sulawesi Tengah.

Saat itu Johanis mengaku siap menerima arahan dari Jaksa Agung. Kepada Jaksa Agung, Johannis mengaku menyampaikan kasus yang Bandjela Paliudju menjadi momentum bagi Prasetyo membuktikan integritasnya.

5. Lili Pintauli Siregar (Advokat)

Lili dikenal sebagai Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2008-2013 dan 2013-2018. Tak lagi mengabdi di LPSK, Lili kemudian mengurus kantor konsultan hukum pribadinya, namun baru jalan beberapa bulan ia maju sebagai calon pimpinan KPK.

Di hadapan pansel capim KPK, Lili mengaku sempat menawari perlindungan kepada pegawai lembaga antirasuah saat menjabat LPSK. Namun, menurut Lili melindungi pegawai KPK terlalu sulit lantaran harus meminta izin pimpinan terlebih dahulu.

6. Luthfi Jayadi Kurniawan (Dosen)

Luthfi Jayadi merupakan Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang. Luthfi dikenal sebagai aktivis antikorupsi di Kota Malang dan menjadi pendiri Malang Corruption Watch (MCW).

 

3 dari 3 halaman

Hakim hingga PNS

7. Nawawi Pomolango (Hakim)

Nawawi merupakan hakim karier yang masuk 10 besar seleksi capim KPK periode 2019-2023. Nawawi merintis karier sebagai hakim sejak 1988.

Selama 30 tahun berkarier sebagai hakim, lulusan Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi itu pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Poso, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung, Ketua Pengadilan Negeri Samarinda, dan Ketua Pengadilan Jakarta Timur.

Saat ini, Nawawi menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali. Pria kelahiran Manado, 28 Februari 1962 ini pun telah mengantongi sertifikasi hakim tipikor sejak 2006. Nawawi pernah menangani sejumlah perkara korupsi besar, diantaranya Luthfi Hasan Ishaaq, Fatonah, Irman Gusman, dan Patrialis Akbar.

Di hadapan pansel, Nawawi yakin jika dirinya terpilih menjadi pimpinan KPK, maka tak akan ada lagi hakim yang terjerat korupsi.

8. Nurul Ghufron (Dosen)

Nurul Ghufron tercatat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember. Ghufron juga kerap menjadi saksi ahli bidang hukum di berbagai persidangan. Sebelum menjadi dosen PNS, pria kelahiran Madura, 22 September 1974 ini juga punya pengalaman sebagai pengacara.

9. Roby Arya Brata (PNS Sekretaris Kabinet)

Di antara 10 kandidat yang lolos seleksi, Roby Arya mungkin yang paling berpengalaman mengikuti seleksi Capim KPK. Roby Arya yang kini menjabat Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha pada Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet (Setkab) tercatat telah dua kali ikut seleksi Pimpinan KPK yakni pada 2014 dan seleksi pimpinan KPK periode 2015-2019, namun gagal.

Tak patah arang, Roby kembali ikut seleksi menjadi Penasihat KPK dan lagi-lagi gagal. Sebelum mengikuti seleksi Capim KPK periode 2019-2023, Roby mencoba peruntungan dengan mengikuti seleksi Sekjen KPK. Namun, gagal kembali.

Di hadapan pansel capim KPK, Roby menyatakan tak akan mengusut kasus dugaan korupsi di Polri dan Kejaksaan jika terpilih menjadi pimpinan KPK. Hal tersebut dilakukan Roby untuk menghindari terulangnya kasus Cicak versus Buaya.

10. Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan)

Sigit saat ini menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Sigit diketahui pernah menjadi anggota tim pelaksana Tim Reformasi Perpajakan yang dibentuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 2016.