Sukses

Tak Didampingi Kuasa Hukum, Sidang Dakwaan Habil Marati Ditunda

Habil Marati datang tanpa didampingi pengacara karena mengaku tidak tahu jika sidang perdananya digelar hari ini.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Habil Marati menjalani sidang perdana atas kasus dugaan makar dan perencanaan pembunuhan empat tokoh nasional. Habil datang tanpa didampingi pengacara karena mengaku tidak tahu jika sidang perdananya digelar hari ini.

"Saya baru tahu ada sidang, diberitahu tadi pagi, makanya kuasa hukum saya tidak ada," kata Habil Marati di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019).

Namun, menurut jaksa penuntut umum (JPU), pemberitahuan sidang hari ini sudah disampaikan sepekan kemarin bersama surat dakwaan yang dilayangkan Tim JPU.

Karena kesalahan informasi ini, Hakim Ketua Majelis Haryono memberikan kesempatan bagi Habil untuk bersidang di pekan depan. Dengan catatan harus didampingi kuasa hukum.

"Kami kasih kesempatan Bapak ya didampingi penasihat hukum, untuk itu sidang kita tunda hari Kamis yang akan datang," kata Hakim Haryono.

Sebagai informasi, Habil Marati ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi atas kasus dugaan rencana pembunuhan empat tokoh nasional, yakni Wiranto (Menko Polhukam), Luhut Binsar (Menko Kemaritiman), Budi Gunawan (Kepala BIN) dan Gories Mere.

Habil diduga sebagai penyandang dana yang memberikan SGD 15 ribu sebagai uang operasional kepada Kivlan Zen agar bisa membeli senjata api ilegal untuk dapat mengeksekusi empat tokoh nasional tersebut.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Bantah Beri Dana Makar

Usai batal bersidang, Habil membantah telah memberikan dana untuk makar untuk mengeksekusi empat tokoh nasional. Dia mengklaim, semua tudingan adalah fitnah. "Semua fitnah itu," kata Habil.

Menurut Habil, duit diberikan kepada Kivlan Zen hanya sebesar Rp 50 juta. Uang itu dimaksudkan mendukung Kivlan untuk kegiatan seminar Supersemar dan juga kajian bertemakan UUD 1945.

"Pak Kivlan minta uang Rp 50 juta itu untuk dia kegiatan survei bahaya bangkitnya komunis, kedua untuk supersemar dan ketiga pengkajian kembali ke UUD 45, itu aja," tandasnya.