Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sedang membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Diketahui, penetapan RKUHP ini akan dilakukan pada akhir September 2019.
Merespons atas penetapan RKUHP yang akan dilakukan DPR RI, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) pun menolak.
Menurut Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana, ada sejumlah pasal dalam RKUHP](4038034 "") dinilai mengacam kebebasan pers di Tanah Air.
Advertisement
Pasal-pasal tersebut di antaranya yang mengatur tentang pemidanaan terhadap pelaku yang menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang mengakibatkan keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat.
"Kemudian pasal yang mengatur tentang pemidanaan pelaku yang menyiarkan berita tidak pasti, berlebihan atau tidak lengkap," ujar Yadi melalui keterangan tertulisnya, Rabu (11/9/2019).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
6 Sikap IJTI
Dengan begitu, Yadi menegaskan, IJTI mengeluarkan 6 sikap menyikapi segera ditetapkannya RKUHP. Sikap pertama, kata dia, menolak pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang.
"Kedua, meminta Presiden Jokowi tidak menandatangani RKUHP karena bertentangan dengan kebebasan pers di Tanah Air. Ketiga, meminta DPR tidak memaksakan diri untuk mengesahkan RKUHP akhir bulan ini," ucapnya.
Lalu keempat, sambung Yadi, RKUHP rawan digunakan oleh sejumlah pihak untuk mengkriminalisasi jurnalis dan pers. Sikap kelima, lanjut dia, sejumlah pasal dalam RKUHP tidak sejalan dengan Undang-Undang Pers yang menjamin kemerdekaan pers di Tanah Air.
"Sikap keenam, demokrasi yang tengah tumbuh dan berkembang harus dijaga bersama dengan menjamin kebebasan pers serta kebebasan berekspresi bagi publik," pungkas Yadi.
(Jagat Alfath Nusantara)
Advertisement